Peluh yang mengalir dari kulitnya yang keriput menandakan bahwa dirinya tidak baik-baik saja. Ia tidur di atas lapak yang kusam, kotor, dan jauh dari kata layak. Ia juga merasa “terbuang” karena keluarganya sendiri pun tak menginginkannya. Hidupnya seperti bunga yang layu dan tidak punya harapan untuk mekar sore itu. Namun seseorang yang mendatangi dan menolongnya hari itu mampu membangunkan harapan yang telah kandas. Fokusnya kini ingin hidup lebih lama, ingin segera sembuh, dan kembali berkumpul bersama orang-orang yang dikasihinya.

Kisah tersebut adalah kisah nyata. Seorang sepuh yang “dibuang” oleh keluarganya, disewakan bedak di pasar sebagai tempatnya untuk tempat tinggal. Semata karena keluarganya tidak ingin tertular oleh penyakit yang dideritanya.

Mbak Yayuk Widiana, sebagai Staff Program SSR Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (disingkat YABHYSA) kota Malang menyampaikan kisah tersebut dengan berkaca-kaca. Saya yang mendengarnya pun juga ikut terenyuh, hati teriris bagai sembilu hingga tak mampu berkata-kata. Separah apa sebenarnya penyakit ini hingga keluarganya tega untuk “membuangnya?”

penanggulangan tuberkulosis di kota Malang

Team YABHYSA dan Dinas Kesehatan Kota Malang bersama rekan media di Kota Malang

Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis di Kota Malang Bersama YABHYSA dan The GlobalFund Untuk “2035 End-TB”

Sebagaimana yang pernah saya tulis tentang bahaya TBC dan cara penanggulangannya, kita tahu bahwa tantangan yang teridentifikasi dalam penanggulangan TBC di Indonesia beberapa di antaranya adalah keterlibatan multisektoral yang belum optimal. Selain itu juga karena kurangnya pelaporan kasus TB, terutama di rumah sakit (baik pemerintah maupunswasta) dan juga layanan primer swasta.

Dalam tiga tahun terakhir, kesenjangan penemuan pasien TBC di Indonesia diantaranya orang yang diestimasikan sakit TBC setiap tahunnya masih melebihi 30%, dimana mayoritas notifikasi berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan (faskes) publik. Namun, sektor swasta mengelola lebih dari 50 persen rumah sakit di Indonesia dan sekitar 70 ribu dokter praktik mandiri/DPM. Selain itu, lebih dari 60 persen tenaga kesehatan publik memiliki pekerjaan kedua di faskes swasta atau praktik mandiri. (BCG & USAID,2018).

Melengkapi banyaknya keterlibatan sektor swasta dalam menyediakan layanan kesehatan di Indonesia, minat dari masyarakat untuk mengakses layanan swasta pun sangat besar. Pada umumnya, kebanyakan orang yang memiliki gejala TBC seperti batuk terus menerus memilih mengakses layanan swasta sebelum mereka mendapatkan diagnosis yang akurat._Asik Setyaningsih, Nasution, et al.2017memetakan bahwa 74 persen orang dengan gejala TBC mengakses layanan swasta dan 52 persen diantaranya mengakses farmasi/warung obat.

Hanya 19persen orang dengan gejala batuk mengakses layanan kesehatan ke faskes denganfasilitas diagnoses di tahap awal perawatannya. Sebenarnya j ejaring Fasyankes di Kota Malang baik Pemerintah dan Swasta sudah baik, sehingga  Dinkes Kota Malang optimis dalam mendukung Eliminasi TBC karena didukung oleh 26 RS yang telah melakukan MoU dengan Dinkes.

kolaborasi penanggulangan tuberkulosis

Dalam pertemuan 18 Januari di Savana Hotel and Conventions siang itu pun, Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang dr. Husnul Mu’arif menyampaikan bahwa dari indikator-indikator Nasional, kota Malang masih belum mencapai angka yang diinginkan. Sebabnya sebagaimana disampaikan oleh Ibu Ruly Narulita sebagai ketua SSR YABHYSA Kota Malang sebab-sebabnya yakni di antaranya:

  • Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri ke layanan kesehatan saat batuk atau memenuhi kriteria sebagai terduga TBC.
  • Masih tingginya stigma terhadap TBC sehingga sebagian orang dengan TBC cenderung menutup diri dan menolak untuk dikunjungi kader.
  • Belum terjalin kerjasama lintas sektor yang solid untuk bersama-sama melakukan upaya eliminasi TBC karena seringkali TBC dianggap sebagai urusan Dinas Kesehatan saja.

dr. Husnul Mu’arif menyampaikan bahwa berbagai metode telah dilaksanakan, namun ternyata masih belum mencapai indikator Nasional baik TBC reguler maupun TBC MDR (kebal obat).

Dinas Kesehatan dan lingkup di bawahnya tidak mampu menanganinya sendiri. Sehingga muncullah support dari masyarakat, salah satunya adalah dari YABHYSA yang memiliki kader TBC hingga di tingkat ranting (RT/RW). Agar bisa melakukan penemuan kasus TBC, mendeteksi gejala utama daripada TBC sehingga angka kasus bisa ditekan di tahun-tahun selanjutnya, kita perlu kerjasama, perlu adanya kolaborasi.

penanggulangan tuberkulosis

dukungan ketua DPRD Kota Malang untuk YABHYSA dan Dinas Kesehatan Kota Malang untuk menanggulangi TBC

Salah satu kolaborasi yang bisa menjangkau seluruh elemen masyarakat adalah media massa, baik itu media elektronik maupun media cetak. Untuk itulah agenda hari ini ada, hingga diperhatikan pula oleh Bapak Ketua DPRD terpilih Kota Malang 2019-2024, Bapak I Made Rian Diana Kartika yang mendukung penuh kegiatan ini dan akan mencoba untuk memberi perhatian khusus, terlebih pada masalah anggaran yang terkait dengan penanggulangan TBC di kota Malang.

Harapannya, di tahun 2030 nanti eliminasi TBC bisa tercapai, begitu juga di tahun 2035 harapannya END-TB juga akan terwujud. Yuk bareng-bareng kita wujudkan zero TB, TOSS (Temukan, Obati Sampai Sembuh) sebagai upaya penanggulangan tuberkulosis di kota Malang.

Semoga artikel ini bermanfaat ya!