Its Okay To Not be Okay, memang siapa sih mereka?

Siapa Dia

Terapung tak tentu di atas riak jenuh kalbu terbelenggu

Bertemankan sunyi kau diam sendiri, tenggelam di dalam sepi

Melupakan dunia tersesat dengan sengaja, semua hanya karena dia

Segalanya akan segera berlalu, menguap dan hilang bersama denyut waktu

Hidupmu adalah urusanmu, siapa dia berani mengacau duniamu

Sungguh pilu ini tak layak kau tulis pada dinding hati

Tempat yang terbaik untuk menyimpan luka hanyalah di masa lalu

Ambil kembali semua yang pernah kau miliki, hidupmu dan bahagiamu

Segalanya akan segera berlalu, menguap dan hilang bersama denyut waktu

Hidupmu adalah urusanmu, siapa dia berani mengacau duniamu

Kau lupakan dunia, semua hanya karena dia

Its Okay to Not be okay

Ada yang familiar dengan lirik di atas? Yap! Lirik lagu yang dinyanyikan oleh Agatha Suci berjudul Siapa Dia. Rilis Maret tahun 2019, jadi masih baru banget. Saya orang yang ngga begitu suka dengerin lagu, tapi begitu coba dengar lagunya Cik Agatha Suci ini langsung suka. Ya Allah related banget dengan kondisi saya saat itu. Kondisi yang cenderung tidak stabil dan masih suka menyalahkan diri sendiri atas hal buruk yang terjadi di sekitar saya.

Apalagi lagu ini memang ditulis untuk kedua anak Cik Agatha yang sedang berjuang karena so special. Saya selalu terharu dan menaruh banyak hormat pada ibu yang begitu kuat membimbing anak-anak luar biasa yang seringkali dipandang sebelah mata oleh opini masyarakat. Padahal, anak-anak yang lahir adalah anugrah. Anak-anak spesial ini perlu dikasihi seperti halnya kita mengasihi anak-anak yang duduk diam mengikuti pendidikan formal secara normal.

Beruntungnya isu kesehatan mental akhir-akhir ini sudah banyak digaungkan oleh berbagai pihak. Bukan hanya dari kalangan medis dan psikolog saja, bahkan kumpulan ibu-ibu pun mulai aware dengan isu ini. Seolah serempak berkata Its Okay to Not be Okay. Seperti judul drama Korea yang lagi hits ya? Memang, dan itu benar sekali. Memangnya siapa sih mereka yang mengatakan not ok pada kita? Hehehe.. bukankah kebahagiaan itu kita yang tentukan? Jadi prinsip ini menurut saya penting untuk dipunyai setiap orang yang merasa dirinya  “tidak baik-baik saja”. Termasuk ketika si jomlo ditanya terus-terusan soal “kapan nikah”. Juga ketika si wanita yang baru saja melahirkan sudah dihujani dengan macam-macam penghakiman kenapa operasi, kenapa pakai sufor dan lain-lain.

Hidup Apa Adanya

Alain de Botton mengatakan bahwa yang namanya menjadi dewasa adalah menempatkan diri sendiri dalam dunia yang dikuasai oleh orang-orang yang berhati dingin dan materialistis. Sepertinya, memang dunia ini tidak seperti dongeng. Kesenjangan sosial selalu ada di mana-mana meskipun ada banyak orang yang terang-terangan tidak menyukai tindakan semena-mena itu.

Jadi katanya, orang-orang memang perlu meninggikan harga diri mereka. Memelihara hati agar bisa menghargai diri sendiri tanpa terpaku pada standar atau penilaian sosial. Oke, saya ngerti sih, tapi kok ngga gampang ya?

Pada dasarnya, harga diri itu dipengaruhi oleh cara didik orangtua dan pengalaman masa kecil. Apabila kasih sayang yang diberikan orangtua kurang atau ada kekerasan, ejekan, mencampakkan, atau kritikan yang dialami waktu kecil maka harga diri akan mengalami masalah. Ada sebuah ungkapan yang menggelitik nurani saya ketika ingin menjadi seperti orang lain,

Daripada aku dicintai karena kebohonganku, lebih baik aku dibenci karena apa adanya diriku <Kurt Cobain>

Kita bisa lihat, dunia ini memang sedang berubah menjadi tempat yang melelahkan untuk bertahan tanpa harga diri. Setiap pribadi juga tengah kesulitan untuk menegakkan harga dirinya. Lalu, hal apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi masalah harga diri supaya bisa mendapatkan tempat tersendiri di dunia yang berdarah dingin ini? Butuh dua sisi untuk bisa membangunnya.

Pasang Harga Diri

Benar lho, ini adalah faktor utama dalam menanamkan sikap hormat-menghormati. Jika penghormatan menjadi objek umum yang bisa didapat oleh siapa pun, kita tidak perlu sampai menundukkan kepala untuk mendapatkannya. Jadi, ayo kita buat sikap hormat-menghormati menjadi suatu hal umum. Bukan bentuk penghormatan yang disesuaikan dengan jabatan, gaji, pekerjaan, penampilan luar, atau bahkan jenis kelamin. Melainkan bentuk penghormatan tanpa syarat terhadap diri sendiri juga orang lain.

its okay to not be okay

pict from freepik

Memahami Harga Diri Masing-masing

Memahami harga diri masing-masing dan menggunakannya sebaik mungkin. Karena itu dibutuhkan pemahaman untuk membedakan mana harga diri yang sesungguhnya, dan memahami betul arti dari harga diri itu sendiri. Harga diri bukanlah bentuk kesombongan atas keunggulan ataupun kepuasan sesaat yang didapat karena diakui dan dicintai oleh seseorang. 

Inti harga diri adalah kepercayaan terhadap diri sendiri sekaligus kehormatan diri yang menganggap bahwa masing-masing pribadi berhak mengejar kebahagiaan. Pribadi yang tidak menyadari kemampuan dirinya sendiri akhirnya akan terus menerus terseret dalam pandangan yang dibentuk oleh orang lain dan masyarakat hingga membuat harga dirinya tidak terbentuk. Kalau sudah seperti itu, benar kan ungkapan Its Okay To Not be Okay?  Karena untuk menegakkan harga diri jelas dibutuhkan langkah awal, yaitu Hidup Apa Adanya. 

Jalani Hidup untuk Dirimu Sendiri

Meski saat ini masih jadi “orang lapangan yang kadang ngantor” bukan berarti saya tidak punya ambisi. Saya sebenarnya hanya ingin menulis. Ketika dipikir ulang, kenapa ya dulu mau ambil pekerjaan ini? Ternyata karena memang saya terlalu memikirkan apa kata orang. Bisa keluarga, saudara, hingga tetangga yang tidak ikut memberikan sumbangsih apapun pada kehidupan pendidikan saya.

Padahal saya tipe orang yang cenderung mengikuti isi hati. Hanya saja dulu menulis hanya sebagai self healing ketika ada permasalahan. Jadi, pekerjaan saat ini adalah satu hal yang saya putuskan karena tidak tahu harus berbuat apa selain memikirkan “apa kata orang nanti?” Sungguh, jangan pernah menjadi seperti ini. Keputusan saya akhirnya tidak membahagiakan.

Jika hidup pribadi seseorang adalah tanggung jawabnya sendiri, orangtua, saudara, bahkan tetangga harus menyadari bahwa kita tidak bisa hidup sesuai dengan apa yang dinginkan oleh mereka. Karena pada akhirnya, orang yang harus bekerja keras demi bisa mewujudkan seluruh harapan, tidak lain dan tidak bukan adalah diri kita sendiri.

Saya jadi teringat dengan kisah Kim Ji Yeong. Seorang wanita yang menderita depresi karena tekanan dari orang-orang di sekitarnya.

Kim Ji Yeong sama sekali tidak sedih. Yang tidak tahan dihadapinya adalah saat-saat seperti itu. Kim Ji Yeong ingin berkata bahwa ia sangat sehat, tidak butuh vitamin apa pun, dan ia ingin membahas rencana keluarganya dengan suaminya sendiri, bukan dengan kerabat-kerabat yang baru pertama kali ditemuinya. Namun yang bisa dikatakannya hanya, “Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.”

Yuk mulai sekarang hargai diri sendiri, hormati diri sendiri. Jangan biarkan keburukan yang diucapkan atau dilakukan orang lain memengaruhi masa depan kita.

its okay to be not okay

pict from freepik

 

Referensi : Hidup Apa Adanya Oleh Kim Su Hyun (Transmedia, 2020)

Baca Juga Agar Bisa Hidup dengan Menghormati Diri Sendiri