Filosofi Teras menurut saya adalah buku nonfiksi dengan genre self improvement terbaik sepanjang tahun 2019-2020. Buktinya, teori yang disampaikan di dalamnya, sukses mengubah pola pikir saya tentang sebuah hidup dan menyikapi orang lain.
Tujuan utama dari Filosofi Teras adalah hidup dengan emosi terkendali, dan hidup dengan kebajikan (virtue)-atau bagaimana kita hidup sebaik-baiknya seperti seharusnya kita menjadi manusia (halaman 33).
Membaca ini karena tertarik dengan judulnya dan ternyata orang-orang Stoic ini mempraktekkan hal yang sama dengan ajaran Islam tentang bagaimana menyikapi sesuatu yang terjadi di luar kendali kita (kita sebut takdir kemudian). Lalu di dalamnya juga membahas bagaimana kita hidup selaras dengan alam. Selaras dengan alam yang dimaksud adalah dengan melakukan hal-hal baik yang secara fitrah dapat menentramkan hati kita. Sama halnya dengan sebuah hadis Nabi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dari sahabat An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu ,
البر حسن الخلق , و الإثم ما حاك في نفسك و كرهت أن يطلع عليه الناس
“Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah apa saja yang meragukan jiwamu dan kamu tidak suka memperlihatkannya pada orang lain.” (HR. Muslim)
Sama persis dengan teori “Stoic” yang disebut dosa atau keburukan itulah yang membuat kita tidak selaras dengan alam. Itulah fitrah. Filosofi Teras percaya bahwa segala sesuatu di alam ini saling terkait (interconnected) termasuk di dalamnya segala peristiwa yang terjadi dalam hidup kita. Melawan atau mengingkari apa yang telah terjadi (dalam hal ini takdir, ya) artinya keluar dari keselarasan dengan alam.
Jika terjadi sesuatu yang buruk dalam hidup kita seharusnya kita punya pemisah antara internal goal dan outcome yang memiliki beberapa manfaat, yaitu :
- Kita bisa memfokuskan energi dan kebahagiaan pada hal-hal yang ada di bawah kendali kita, dan tidak perlu merasa pusing atau stres untuk hal-hal yang terjadi di luar kendali kita. Saat kita sudah belajar keras untuk ujian, berlatih sebaik-baiknya untuk pertandingan atau melakukan yang terbaik untuk pasangan, harusnya kita bisa mendapatkan kepuasan dari hal-hal tersebut tanpa harus menunggu outcome nya.
- Ketika hasil/ outcome tidak seperti yang kita harapkan, secara mental kita (seharusnya) tidak terlalu terpuruk. Karena fokus kita adalah pada internal goal yang bisa kita lakukan, bukan outcome. Kita tidak perlu meratapi kegagalan secara berlebihan, apalagi sampai mengutuk diri sendiri.
- Kerendahan hati, mengakui bahwa hasil yang kita dapat adalah di bawah kendali kita juga sangat penting ketika berada dalam kesuksesan. Saat sedang sukses, jangan terlena bahwa ini semua adalah hasil “upaya saya sendiri”. Kesuksesan kita juga dipengaruhi oleh banyak faktor di luar kendali kita. Jadi jangan sombong.
Dalam buku ini juga ditegaskan bahwa filosofi ini tidak memisahkan antara emosi dan nalar/rasio. Karena memang mustahil kita hidup tanpa emosi (negatif). Kita berhadapan dengan banyak orang, berinteraksi dengan berbagai jenis karakter manusia yang tidak semuanya memahami sudut pandang kita. Begitu juga dengan kita yang “harusnya” sih tidak memaksakan sudut pandang kita pada orang lain.
Saya sudah pernah melewati masa-masa ini. Masa-masa selalu menyamakan orang lain dengan diri saya sendiri. Sehingga muncullah emosi (negatif) jika terjadi sesuatu yang tidak bersesuaian dengan sudut pandang saya. Emosi (negatif) dianggap sebagai akibat dari nalar/rasio yang keliru. Bagaimana kita menyikapi sesuatu dengan rasio yang benar, itulah yang akan menjadikan emosi kita lebih “terarah”.
Filosofi Teras juga menyajikan beberapa fakta dari hasil wawancara dengan para ahli tentang kondisi kejiwaan yang kelak akan memengaruhi kesehatan. Dr. Andri, SpKJ FAPM mengatakan bahwa kondisi psikis berkaitan erat dengan kesehatan tubuh kita. Jika dalam keseharian kita terbiasa hidup dengan cemas dan stres untuk jangka panjang, maka tubuh juga beradaptasi dalam rentang waktu tersebut. Bukan situasi penyebab stresnya yang menjadi masalah, tetapi persepsi kita akan situasi tersebut. Manajemen cemas adalah manajemen persepsi. Apalagi dengan media sosial, kita mengalami banjir informasi yang belum tentu benar. Hal ini tentu bisa menambah kekhawatiran.
Intinya belajar dikotomi kendali dalam Filosofi Teras ini tidak serta merta pasrah pada takdir atau nasib. Namun lebih berfokus pada solusi apa yang kita punya untuk menghadapi ujian hidup? Karena kita harus percaya bahwa tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya. Dan masih banyak lagi hal positif yang bisa diambil dari buku ini. Mulai dari berinteraksi dengan sesama ala Stoic, Parenting ala Stoic dan seterusnya. Tidak, kita tidak diajarkan untuk selalu “legowo” kok. Tapi bagaimana kita menyikapi permasalahan dengan solusi. Tidak harus dengan marah-marah, mengumpat, bahkan menyalahkan diri sendiri.
Pesan Epictetus (Enchiridion) yang paling saya garis bawahi disini adalah :
“Jangan menyebut dirimu sendiri ‘seorang filsuf’ atau menggembar-gemborkan teori-teori yang kamu pelajari. Karena domba tidak memuntahkan lagi rumput yang telah dimakannya; tetapi domba mencerna rumput tersebut di dalam tubuhnya dan ia kemudian memproduksi susu dan bulu. Begitu juga janganlah kamu memamerkan apa yang sudah kamu pelajari, tapi tunjukkanlah tindakan nyata sesudah kamu mencernanya.”
Filosofi Teras. Filsafat Yunani-Romawi Kuno untuk Mental Tangguh Masa Kini
Author : Henry Manampiring. Ilustrator : Levina Lesmana
Penerbit Buku Kompas, 2019, 320 halaman.
Baca juga : Toxic Relationship. Siap Meninggalkan Mereka?
Sendiko dawuh mbak
[…] Baca Selengkapnya […]
Semacam anget management gt ya…bagaimana cara qt mengelola emosi..
Aq masih sering marahin nak kanak..sedih, kurang sabar 😢😢
Betul banget mba, ada parenting ala Stoic juga disini 😁👍 sama mba, makanya merasa perlu banget membaca dan membagikan apa yang ada dalam buku ini.
Abot, bacaannya Mbak Jihan. Maancaaappp
Pengen baca mbak, sdh lama gak baca buku kek gini, novel mulu yg dilahap.
Yuk mba bacaa. Semangaat 😍😍😍
Terbitan baru ya mbak? Isinya menarik, jadi pengen baca juga..
iya mba 2019 😀
[…] Pengendalian Emosi ala Stoic […]