Posyandu Remaja? Memang ada ya?

Bermula dari acara sosial masyarakat yang diadakan di lingkungan kota tempat tinggal kami.

Posyandu Khusus Remaja

posyandu remaja

Saya menjadikan tema remaja dan kenakalannya ini penting untuk saling sharing, berbagi informasi, dan saran untuk kedepannya.

Kalau biasanya posyandu untuk balita dan lansia, kali ini kami membuatnya untuk remaja khususnya, dan untuk masyarakat sekitar pada umumnya.

Kalau biasanya posyandu hanya memantau nilai indeks masa tubuh dan gizi, kini posyandu remaja yang kami jalankan juga menyediakan ruang konsultasi publik yang diasuh oleh para psikolog dan team medis.

Belakangan juga ada konsultasi soal parenting untuk Ibu-ibu muda yang hadir. Bukan muda lagi juga nggak apa-apa sih.

Ketika satu tahun program ini berjalan, saya menyadari ternyata remaja ini butuh “wadah” untuk proses pendewasaan mereka-sebelum kita melabeli mereka dengan remaja nakal-, untuk mendengarkan keluh kesah dan cita-cita mereka, untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa mereka dapatkan jawabannya di sekolah dan di rumah. Bahkan di usia mereka yg dini, tidak sedikit yang curhat soal percintaan.

Kita tahu, bukan waktunya mereka memikirkan hal pelik yang mungkin si dewasa saja tidak mampu menggapainya. Buktinya masih banyak juga yang jomblo kan 😗 #digamparnetijen

Tapi melihat data dari posyandu yang kami jalankan, ternyata banyak masalah di pos psikologi yang tidak jauh-jauh dari percintaan. Tidak jauh dari “ingin menikah muda”

Aah, andai pernikahan sesederhana itu, dek.

Kita sering melihat anak-anak SMP yang kalau ke mall nih ya, dandanannya udah bak model terkenal. Si perempuan yang mungkin sudah akil baligh, masih memakai baju adeknya, sehingga pusarnya kemana-mana. Ini serius!

Saya seringkali melihat pemandangan seperti ini tiap kali saya ngemall. Padahal saya ngemall hanya sekali atau dua kali dalam sebulan.

Si perempuan dengan pakaian mininya, dan si laki-laki – yang mungkin belum sunat, sehingga tinggi nya lebih mirip adeknya daripada pacarnya- gandengan tangan, tidak jarang berpelukan.

Ini fenomena sosial yang sudah tidak asing dan tabu lagi di sekitar kita. Tapi, apakah aktivitas remaja tersebut sudah pada tempatnya? Sudah waktunya? Lalu kenapa mereka seperti itu? Apakah orang tuanya membiarkan mereka keluar dengan pakaian yang seadanya begitu? Entahlah, ada banyak jawaban dari perilaku remaja zaman now. Saya sendiri ingin sekali menegur, tapi siapakah saya mengkritik gaya berpakaian mereka didepan umum?

Bisa-bisa saya yang salah, karena pemandangan seperti itu sudah menjadi hal lumrah bagi lingkungan kita? Kadang moral bisa dikalahkan dengan kebiasaan.

Oleh karena itu saya ingin sekali memfasilitasi mereka untuk kegiatan-kegiatan bermanfaat. Saya yakin, mereka tidak nakal, hanya saja tidak tahu harus diarahkan kemana kelebihan energi yang mereka punya.

Mereka masih perlu bimbingan dan pengarahan agar hidup mereka jadi lebih baik nantinya. Jangan sampai mereka menyesal telah menyia-nyiakan waktunya saat remaja untuk hal-hal yang tidak ada faedahnya.

Mari kita lihat persoalan narkoba, di Jawa Timur nomor dua tertinggi, HIV/AIDS nomor dua tertinggi, kasus AIDS nomor satu tertinggi. Apa yang menjadikan seperti ini? (data Mensos disampaikan pada wawancara dengan Merdeka.com , 2017)

Tak terbayang jika dari angka tertinggi itu ada sumbangsih dari salah satu keluarga kita.

Apa sebabnya?

Akses informasi yang sangat mudah

Generasi milenial hampir semuanya bisa mengakses informasi dari gawai yang mereka punya. Berbagai macam informasi masuk ke dalam memori mereka dengan mudah. Fatalnya, orang tua selangkah lebih lambat untuk mencegah masuknya informasi yang tidak bertanggung jawab pada anaknya. Alih-alih memfasilitasi mereka dengan memberi handphone canggih agar mudah dalam berkomunikasi.

Apakah kenakalan mereka mutlak karena tidak adanya peran orang tua? Atau pola pendidikan dalam keluarga yang salah?

Tidak mutlak dan berhenti disitu. Tentu semua orang tua mengharapkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Hanya saja mendidik anak di akhir zaman ini sangatlah berat, memang. Tidak cukup membekali anak dengan contoh yang baik dari orang tua, tapi kita juga harus menjamin lingkungannya. Bahwa mereka tidak berada di lingkungan yang salah.

Orang tua juga tidak mungkin menemani mereka 24 jam penuh. Mereka bukan anak kecil lagi yang terus bisa diawasi di rumah. Lingkungan lah yang saat ini berpotensi besar untuk mempengaruhi pertumbuhan mereka, selain peran orang tua.

Maka misi posyandu remaja ini saya anggap penting untuk tindakan preventif agar anak-anak kita kelak mempunyai orientasi hidup yang jelas, fokus, dan tersalurkan pada hal-hal baik.

Buktinya, selama kurang lebih satu tahun kami menjalankan program ini, ada begitu banyak remaja yang antusias menyambutnya. Mereka bersemangat mengikuti pos edukasi, pos kesehatan, pos IMT, pos psikologi (ini yang paling ramai) dan pos gizi.

Pos edukasi kami buat dengan metode ceramah, tanya jawab, dan sharing. Tema yang diangkat kami sesuaikan dengan kondisi sasaran lingkungan kami.

posyandu remaja

Pos kesehatan kami buat dengan metode konsultasi personal. Setiap tenaga kesehatan melayani para remaja ini untuk memeriksakan kesehatan mereka secara umum, bisa juga dengan berkonsultasi soal kesehatan reproduksi yang mungkin tidak bisa mereka tanyakan di sekolah.

Pos IMT adalah pos indeks masa tubuh, untuk memantau perkembangan tubuh mereka apakah sudah baik atau belum.

Pos psikologi adalah pos pelayanan konsultasi dengan psikolog atau konselor yang akan membantu mendengarkan keluh kesah dan masalah mereka. Syukur-syukur jika diperkenankan untuk memberi solusi dan memberi interfensi atas problem yang mereka hadapi.

Pos gizi adalah pos akhir dimana mereka akan mendapatkan makanan bergizi dan konsultasi gizi yang mereka butuhkan, atau mereka keluhkan.

Meskipun kami masih bisa melayani sebulan sekali di satu tempat, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa mereka senang dan antusias setiap kami datang. Harapannya adalah, kami bisa memberikan layanan tiap minggu di daerah mereka masing-masing, bukan hanya di satu tempat. Sehingga remaja akan punya wadah, punya sahabat, dan punya tempat untuk mengaplikasikan passion mereka disini dengan lebih intens. Mereka bisa menjadi konselor bagi sesama teman, bisa belajar tentang kesehatan, belajar tentang menyampaikan pendapat, dan lain-lain.

Jika kita bisa menyelamatkan satu dari 10 remaja dari kenakalan yang kita dapati tiap hari, minimal satu dari sepuluh itu akan mengajak temannya untuk melakukan hal-hal baik. Selanjutnya, kita tinggal mendorong dan memotivasi mereka. Dengan demikian, impian Indonesia mencapai masa emas dari kebangkitan pemuda dan pemudinya bukanlah suatu fatamorgana di tengah gurun tandus dan kering.

Jangan hardik mereka.

Jangan hina mereka.

Jangan lecehkan mereka.

Rangkul mereka dengan kasih sayang.

Bimbing mereka dengan tauladan.

Doakan mereka dalam diam.

#challenge17

Baca Juga Toxic Relationship. Siap Meninggalkan Mereka?