Dalam kesepian yang getir dan menyesakkan, tersemat sesuatu yang paling didamba manusia… kemerdekaan!
(Andrea Hirata dalam Guru Aini, halaman 294)
Masih ingat dengan kisah Aini? Seorang gadis cerdas anak penjual mainan kaki lima yang menjadi salah satu tokoh sentral dalam Novel Orang-Orang Biasa karya Pak Cik Andrea Hirata? Guru Aini adalah judul prekuelnya. Seorang gadis yang dikisahkan terlahir sebagai anak dari seorang wanita bernama Dinah, salah satu anggota gerombolan 9 yang dulunya menjadi pengacau di sekolah. Gerombolan 9 yang merencanakan sebuah kejahatan. Aini, seorang gadis yang berjuang hingga terseok-seok, tertatih-tatih dan berdarah-darah agar bisa diterima di Fakultas Kedokteran. Aini Cita-Cita Dokter, begitu ia menulis namanya di sepeda kumbangnya, di buku tulisnya, bahkan teman-temannya pun memanggilnya demikian.
Kisah ini dimulai dengan tekad seorang gadis bernama Desi Istiqomah yang ingin memajukan pendidikan Indonesia lewat Matematika. Pelajaran yang sangat disukainya. Desi diterima sebagai mahasiswa D3 Pendidikan Matematika dan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil yang ditempatkan di pelosok Pulau Sumatra. Keikhlasan, kegigihan, dan cinta Desi untuk pendidikan Indonesia ternyata butuh waktu yang lama untuk memetik hasilnya. Puluhan tahun dia mengajar di Desa Ketumbi, belum pernah ia menemukan seorang siswa yang perutnya sakit ketika bertemu dengan Matematika namun bersikeras ingin bersahabat dengan angka-angka.
Aini namanya. Gadis keras kepala yang bertekad ingin menjadi dokter karena penyakit ayahnya. Aini seringkali mendapat dampratan, ejekan, serta kerasnya kata-kata Guru Desi padanya. Namun Aini tak menyerah. Meskipun nilai-nilai matematika berderet seperti bilangan biner, Aini tak akan menyerah. Ia tetap akan terus maju menaklukkan Matematika.
“Waktu adalah ibu Matematika Nong. Angka berbaris-baris dalam deret hitung, deret ukur, dan deret waktu. Mereka yang tak dapat merasakan waktu, takkan dapat belajar matematika. Karena waktu memberi nasihat terbaik dalam belajar matematika, yakni kesabaran untuk memahami sesuatu, ketangguhan dalam menghadapi kesulitan apapun, dan obsesi pada presisi, pada presisi tertinggi.”
(Guru Aini, halaman 113)
Mendengar kalimat Bu Desi itu, Aini semakin yakin tidak akan berpaling dari Matematika. Meskipun ia harus berlelah-lelah sepulang sekolah menjual mainan di dekat terminal untuk membantu ibunya. Meskipun sore dan malam hari harus ia habiskan untuk membabat habis soal-soal Matematika yang bahkan tidak ia mengerti sama sekali. Namun berkat Guru Desi, Aini tahu dirinya tidak boleh menyerah. Ia bosan menjadi bodoh, ia menyesal tidak pernah belajar dan membaca buku-buku. Ia lelah menjadi Aini yang selalu mendapat nilai 0 atau 1.
Begitupun Guru Aini yang juga tidak pernah menyerah untuk membuat muridnya itu bisa. Berbagai metode dan pendekatan belajar ia lakukan namun tak ada yang bisa mengubah bebalnya otak Aini. Hingga suatu hari ia menemukan pendekatan pembelajaran dari bacaan Kalkulus yang tebalnya seperti kitab suci.
Indonesia rindu akan sosok guru seperti Guru Desi. Guru yang idealismenya tak pernah pudar. Guru yang tak pernah kenal menyerah untuk mencerdaskan murid-muridnya. Jika ada seribu Guru Desi di Indonesia, tidak menjadi mimpi anak bangsa di negeri ini akan menjadi generasi emas yang cemerlang dan cerdas untuk membangun perekonomian di Indonesia. Guru Desi memiliki tekad sekuat baja dan hati yang lembut. Teringat pesannya yang mendalam yang disampaikan pada temannya sesama guru Matematika,
Setiap murid mengerti dengan cara berbeda, setiap ilmu memancing pengertian setiap murid dengan cara berbeda pula. Ada guru musik yang langsung mengajarkan bermain piano, ada yang diajari mengetuk dulu, ada yang diajarkan mendengar dulu, ada yang disarankan berhenti belajar musik, disarankan bermain ping pong saja. Kurasa guru yang baik adalah guru yang bisa memacu kecerdasan muridnya. Guru yang lebih baik adalah guru yang menemukan kecerdasan muridnya. Guru terbaik adalah guru yang tak kenal lelah mencari cara agar muridnya mengerti!
(Guru Aini, halaman 194)
Saya percaya masih ada banyak Guru Desi di Indonesia. Kita hanya perlu menemukannya.
Judul : Guru Aini
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit Bentang Pustaka, 336 halaman
Cetakan Pertama, Februari 2020
4.5/5
[…] Baca Selengkapnya […]
Cerita inspiratif. Pinjem di Ipusnas ada kali, yah?
Oh jadi nama gurunya Desi dan Aini adalah muridnya. Masyaallah, kegigihan seorang guru untuk mengajar muridnya yang tidak terlahir cerdas tentu adalah sebuah perjuangan mulia.
Bagus sekali ulasan nya.
Guru Aini sangat jarang dipertemukan pada zaman sekarang sepertinya.
Hiks
Inspiratif mbak.. aku yakin masih banyak guru Desi di Indonesia yang gigih berjuang demi bangsa ini..Semoga..
Keren juga gurunya. Duh, aku terlalu santai eh sebagai guru. Mungkin karena pengalamanku yang kurang
Suka baca bukunya Cik Andrea Hirata, pertama kali baca Sang Pemimpi.
Guru terbaik, mampu menemukan metode yang pas untuk tiap muridnya..
Hingga kemudian sang murid akan menyadari.. bahwa guru sejati adalah dirinya sendiri.. yang harus mampu belajar dari berbagai kejadian kehidupan, menelaah tiap makna dengan kepala dingin dan hati yang legawa..
Rahayu kakak 🙇🙇
Nb : kok dungaren ngeblog periode 6 iki podo aku sampeyan podo2 mbahas guru mbak ? 😂
Sungkem wolak walik sek 🙇
Yang terakhir ngekek abiss,,
Itu guru musik yang nyuruh maun ping pong udah putus asa apa gimana 🤣 otw beli bukunyaa.. Sedih liat perjuangan mak dinah bersama 9 orang yang random semua kepribadian nya 🤣