Siapapun sepakat jika dikatakan Menjadi Pemimpin itu tidak mudah. Memang benar adanya. Apalagi bentuk pertanggung jawaban di hadapan Sang Penguasa juga sangat berat. Namun bukan berarti kita menjadi apatis dan tidak mau jadi pemimpin jika memang layak. Salah satu biografi yang membuat saya belajar bagaimana menjadi pemimpin sekaligus pengayom umat yang bijak adalah lewat buku ini. Buku yang menuliskan tentang biografi Pak A.R (begitu beliau akrab disapa) mulai dari beliau kecil hingga meninggalkan jejak kebijakan-kebijakan beliau yang banyak dicontoh oleh para penerusnya.
Pak A.R dan Jejak-Jejak Bijaknya
Kiai Haji Abdur Rozak Fachruddin atau yang biasa dipanggil Pak A.R adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah yang paling lama, sekaligus seorang dai dan guru ngaji yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Beliau tidak hanya dikenal sebagai sosok yang ramah dan santun, murah senyum, mudah bergaul, dermawan, serta sangat lemah lembut dan sejuk dalam berdakwah.
Pada saat itu Pak A.R adalah sosok idola karena kecerdasan dan kepiawaiannya dalam mengemas pokok-pokok ajaran Islam yang rumit dan berat menjadi bahasan yang ringan sehingga mudah dipahami. Beliau juga mubaligh yang berhasil menyatukan Islam dari berbagai kalangan. Oleh karena itu beliau juga disebut sebagai tokoh moderat yang penuturan serta pesan dakwahnya teduh dan menyejukkan. Beliau adalah pembina, bukan penghina. Pendidik, bukan pembidik. Pemersatu dan pengukuh, bukan peruntuh. Meskipun begitu, beliau adalah sosok yang tegas soal akidah dan prinsip Islam.
Buku Biografi memang terkesan membosankan di satu sisi, namun di sisi lain menguji ketahanan kita untuk menyerap ilmu sedalam-dalamnya dari sosok Pak A.R. Tokoh yang seringkali diceritakan sebagai sosok yang sangat sederhana. Mana ada pemimpin yang masih mau “berjualan” bensin di depan rumahnya? Mungkin pemimpin lain akan menimbang marwah atau harga dirinya sebagai pimpinan. Namun beliau ini tidak. Menurut beliau, pemimpin itu ya pelayan rakyat. Bahkan hingga beberapa tahun beliau menjadi pimpinan pucuk di salah satu ormas terbesar di Indonesia, kabar bahwa beliau masih menghuni “rumah kontrakan” belum dibantah oleh siapapun juga.
Membaca buku ini saya teringat dengan salah satu cerita yang dilengkapi dengan komik menarik tentang kontroversi kehalalan daging kodok saat itu. Meskipun nyata-nyata haram, namun Pak A.R tidak serta merta membahasakan bahwa daging kodok haram. Namun dengan lembut beliau memberikan pengertian pada masyarakat bahwa “masih ada banyak daging ayam atau daging enak lainnya, kok mau makan daging kodok.” Dan masih banyak lagi bagaimana kecerdasan beliau dalam berdakwah ketika menghadapi polemik dan persoalan yang terjadi di masyarakat.
Termasuk ketika menanggapi seorang Tinghoa yang ingin ayahnya disalatkan jenazah ketika meninggal. Bagaimana Pak A.R mengatasinya tanpa menyakiti seorang Tionghoa tersebut? Simak dalam buku ini, hehehe..
Membaca buku ini saya pun baru mengetahui bahwa Pak A.R ini adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah terlama sepanjang sejarah. Di masa 22 tahun kepemimpinannya, Pak A.R berhasil membangun kemajuan persyarikatan. Gaya hidupnya yang semeleh dan sumarah membuatnya dicintai. Sampai-sampai Pak Harto menaruh hormat padanya. Perkataan dan nasihat beliau yang sejuk selalu didengar oleh Presiden kedua Indonesia itu. Karena sekali lagi, Pak A.R adalah mata air keteladanan bagi generasi ke generasi. Buku ini adalah buku pertama dan terlengkap versi saya yang merangkum rejam jejak kehidupan dan perjuangan Pak A.R.
“Muhammadiyah itu organisasi!” Pak A.R shouted at a pengajian where I was attending in 1971. He rejected individual cult and according to my observation, that was the key to his success not only in assuring the existence but also the growth of Muhammadiyah all through the reign of President Soharto. His person embodied the organization of Muhammadiyah and , vice versa, Muhammadiyah embodied him. I look forward to learning afresh from this book about Pak A.R. and Muhammadiyah.
-Mitsuo Nakamura, Ph.D (Professor Emeritus, Chiba University-
Sekali lagi, saya belajar bagaimana seharusnya menjadi pemimpin agar dicintai dan dikenang selamanya dari sosok Pak A.R lewat buku ini. Harus digaris bawahi bahwa beliau tidak pernah berdakwah dengan jurus pokoknya harus. Beliau tidak pernah memaksa orang lain untuk sepakat dengan apa yang dilakukannya. Beliau juga tidak pernah mengatakan bahwa Islam yang benar hanya ada di Muhammadiyah. Beliau juga tidak pernah mengklaim jika hanya orang-orang Muhammadiyahlah yang benar dan layak masuk surga lalu menganggap kelompok lain sesat dan menyimpang. Sebab kebenaran Islam dapat ditemukan dimana-mana. Islam tidak hanya ditemukan di Muhammadiyah, tapi juga bisa ditemukan di NU, Persis, Al-Irsyad, Habaib, serta ormas-ormas lain.
Pak A.R dan Jejak-Jejak Bijaknya oleh Haidar Musyafa
Penerbit Imania, Tangerang.
Cetakan 1 April 2020, 459 halaman
3/5
Baca juga : Buya Hamka
Kagum sejak dulu dengan kesederhanaan beliau…yg sangat sulit dijumpai pada saat sekarang ini…buat penulis teruskan menulis review2 singkat deperti ini..bahasa dan alurnya enak utk diikuti ..
Generasi digital sekarang ini haus dengan sosok lembut dan sabar seperti ulama ini ya, mbak.. Aku selalu kagum dengan ulama-ulama yang kharismatik n sabar. Moga kita semua dekat dengan yang paling kita cintai.. Aamiin