Climate Justice menjadi salah satu topik penting selain isu Climate Change atau perubahan iklim yang baru-baru ini banyak digaungkan oleh aktivis lingkungan. Apa yang ada di pikiran teman-teman ketika mendengar istilah Climate Justice? Apakah teman-teman akan membayangkan drama Korea yang menceritakan soal hukum? Ataukah teman-teman mengingat bagaimana kebakaran hutan di Indonesia yang hampir setiap tahun selalu terjadi?

climate justice

Sudah Saatnya Generasi Muda Melek Climate Justice, Bukan Sekadar Climate Change

Tahukah teman-teman bahwa pengelolaan sumber daya alam (lingkungan) yang tidak baik, amburadul, semena-mena dan yang sejenisnya hanya akan menciptkana ketidakadilan sosial dalam masyarakat?

Selama ini, siapa sih yang menebang hutan-hutan kita? Siapa sih yang membangun wisata berkedok konservasi alam hingga harus merusak keseimbangan keanekaragaman hayati di dalamnya? Boleh dijawab dalam hati yaa, hehe..

Istilah climate change menjadi terlalu sumir dan tagline baru climate justice menjadi salah satu yang harus kita gaungkan juga agar didengar oleh si empunya kuasa. Kenapa? Karena pengelolaan lingkungan, hutan yang abal-abal akan menciptakan sosial injustice, suhu yang menjadi lebih panas dan banjir serta bencana lain yang tak kalah mengerikannya.

Tahukah teman-teman bahwa sebenarnya topik climate change di negara maju seperti Eropa hingga Amerika, menjadi isu yang sangat seksi dan menjadi trending nomor satu. Karena itu generasi milenial hingga gen Z di Indonesia harusnya bisa terlibat dalam isu-isu memperjuangkan climate change itu sendiri.

Kalau bukan kita yang bersuara, lalu siapa lagi?

Kalau bukan kita yang mencegah pengelolaan sumber daya alam yang abal-abal siapa lagi?

Selama ini pengelolaan sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik bersama hanya menguntungkan industri dan pemangku kepentingan semata. Sementara pengelolaan yang mereka lakukan dengan brutal dan membabi buta demi keuntungan itu menciptakan ketimpangan yang luar biasa besar untuk tatanan sosial di masyarakat.

Selain itu pengelolaan sumber daya alam yang tidak adil juga menciptakan udara yang kotor sehingga membuat orang-orang di sekitar banyak yang jatuh sakit. Sakit paru-paru atau gangguan pernafasan lain misalnya. Teman-teman tentu masih ingat bukan kasus kebakaran hutan yang hampir terjadi setiap tahunnya? Banyak masyarakat yang terganggu aktivitasnya bahkan tak sedikit yang terkena Infeksi Pernafasan, mulai dari yang ringan hingga yang akut.

Beberapa waktu lalu saya sempat membaca bagaimana mantan Menteri, Bapak Rizal Ramli kekeuh menyuarakan tentang pengelolaan sumber daya alam yang seharusnya kembali kepada UUD 1945 sehingga diharapkan akan dapat mendatangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana cita-cita Pancasila sila ke-5.

ketimpangan sosial climate justice

Fakta-Fakta Tentang Kapitalisme dan Dampaknya Pada Climate Justice

Sebenarnya saya masih optimis Indonesia adalah salah satu Negara demokrasi yang “tidak akan” menjual sumber daya-nya secara semena-mena, tanpa memperhatikan berbagai macam aspek yang akab berakibat pada buruknya dampak perubahan iklim.

Karena pada dasarnya, menurut buku Uninhabitable Earth karya David Wallace Wells, seorang peneliti perubahan iklim sekaligus juga pemerhati lingkungan, didapatkan fakta bahwa perubahan iklim yang terjadi di sekitar kita setidaknya akan mempercepat dua tren yang sudah merusak pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia:

  1. Pertama dengan menghasilkan stagnasi ekonomi global di beberapa daerah, maka dampaknya akan terjadi resesi berat yang permanen; dan beberapa negara telah merasakan hal ini.
  2. Kedua, dengan menghajar orang miskin lebih dramatis daripada orang kaya, secara global maupun dalam masing-masing negara, menunjukkan kesenjangan pendapatan yang makin besar, yang makin tak bisa diterima oleh banyak orang.

Coba deh teman-teman perhatikan. Ada berapa banyak orang miskin yang mampu bangkit dari kemiskinannya lalu berubah menjadi orang kaya yang berkuasa? Tentu perbandingannya sangat tidak seimbang dengan keistimewaan yang didapatkan oleh orang kaya.

Orang-orang yang duduk belajar di ruangan kelas ber-AC tentu bisa lebih berkonsentrasi menyerap pelajaran dibanding orang-orang yang duduk di kelas dengan penerangan minim, cuaca yang panas, dan fasilitas yang tak memadai. Bukannya saya mengerdilkan usaha mereka yang kekurangan, namun kita bisa melihat bagaimana orang-orang kaya itu makin sukses dan mewariskan kekayaannya pada anak cucunya.

Orang-orang yang menikmati pendingin ruangan dimana pun ia berada mungkin sebagian tak pernah berpikir bahwa emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari berbagai aktivitasnya seharian itu justru membuat orang-orang miskin yang tak punya pendingin ruangan menjadi lebih sengsara.

Orang-orang yang mengeruk hasil lautan, gunung, lembah, tambang, hutan-hutan, tentu mereka yang duduk di dalam ruangan berpendingin, diikuti dengan sajian makanan impor yang membutuhkan rantai penyaluran panjang. Tak cukup menghabiskan bahan bakar minyak, mereka juga mengeruk sumber daya alam untuk kekayaan mereka sendiri dan kaumnya. Lalu bagaiamana dengan orang-orang yang tinggal di sekitar sumber daya alam yang mereka keruk?

climate change

Mereka semakin merasakan panasnya cuaca, mereka juga terdampak banjir serta longsor, bahkan tak sedikit yang akhirnya tak punya penghasilan cukup dan terpaksa menjadi kriminal karena banyak penelitian yang membuktikan bahwa orang-orang yang berada dalam pengaruh cuaca panas lebih cepat emosi dibanding yang tidak. Meskipun tidak semua begitu.

Konflik Akibat Iklim

Perang yang terjadi di dunia memang bukan disebabkan oleh perubahan iklim sebagaimana badai tak disebabkan perubahan iklim. Namun ia hanya diperbesar peluangnya.

Jika perubahan iklim membuat konflik menjadi 3 persen mungkin terjadi di satu negara, itu bukan berarti efeknya remeh: ada hampir dua ratus negara di dunia, sehingga peluangnya bisa berlipat ganda. Artinya kenaikan suhu dapat menghasilkan tiga atau empat atau enam perang tambahan.

Selama dasawarsa kemarin, para peneliti bahkan bisa menghitung beberapa hubungan yang tak langsung kelihatan antara suhu dan kekerasan. Dimana untuk setiap setengah derajat kenaikan suhu, mereka bilang masyarakat akan mengalami kenaikan kemungkinan konflik bersenjata antara 10-20 persen.

Pasar sebenarnya sudah membenarkan ketidaksetaraan selama bergenerasi-generasi dengan menunjuk ke kesempatan dan merapal mantra kemakmuran baru, yang dijanjikan akan menguntungkan bagi semua. Itu barangkali selalu tak kredibel, lebih berupa propaganda ketimbang pernyataan kebenaran dan seperti ditunjukkan jelas oleh resesi besar dan pemulihan tanpa kesetaraan yang terjadi sesudahanya.

Kenaikan pendapatan di negara-negara kapitalis termaju dunia selama berpuluh-puluh tahun telah hampir semuanya dinikmati kelompok orang paling kaya. Dulu janji pertumbuhan ekonomi sudah menjadi pembenaran untuk kesenjangan, ketidakadilan, dan eksploitasi sumber daya alam. Lalu bagaimana jika sampai saat ini mereka tidak berhenti?

Apakah climate justice tidak harus disuarakan? Padahal kelak akan lebih banyak luka yang harus ditambal dalam iklim masa depan. Mulai dari bencana, kekeringan, kelaparan, perang (yang saat ini saja kita sudah melihat intro-nya), pengungsi di seluruh dunia, hingga kekacauan politik yang diakibatkan oleh keserakahan manusia.

Suara-suara Climate Justice 

Menurut David Wallace Wells, di Amerika Serikat yang kita puja-puja itu, pengadilan-pengadilan sudah dilanda gelombang gugatan ganti rugi akibat iklim yang tidak lain didorong oleh suara-suara climate justice. Padahal belum semua dampak yang ditimbulkan itu datang melanda mereka.

Yang paling terkenal adalah gugatan-gugatan terhadap perusahaan minyak oleh para jaksa pejuang. Klaim mereka yakni klaim kesehatan masyarakat yang diajukan mengatasnamakan masyarakat, melawan perusahaan-perusahaan yang diketahui telah terlibat disinformasi dan kampanye untuk memengaruhi secara politis demi mendapatkan keuntungan.

Jenis gugatan lain dari suara climate justice yakni dibuat dalam Juliana v. The United States yang dikenal pula sebagai Kids vs Climate. Yakni suatu gugatan persamaan perlindungan yang menuduh bahwa karena gagal bertindak mengatasi pemanasan global, pemerintah federal AS secara efektif mengalihkan biaya lingkungan hidup bergenerasi-generasi ke generasi muda sekarang.

Sama dengan di Indonesia ngga?

Namun kita perlu menengok ke belakang bahwa Imperium Britanian dibangun dari bahan bakar fosil dan hari ini, akibat asap itu, rawa-rawa Bangladesh akan tenggelam dan kota-kota India akan terpanggang dalam waktu sepanjang masa hidup orang. Sudah terbukti bukan banjir bandang yang terjadi di Pakistan beberapa bulan lalu dan menewaskan lebih dari 1000 orang?

climate change

Pada abad ke-20, Amerika Serikat tidak menegakkan dominasi politik setersurat itu, tapi imperium global yang dipimpinnya tetap mengubah banyak negara Timur Tengah menjadi negara boneka simber minyak, yang sekarang diterpa panas sehingga mendekati batas tak layak huni di beberapa tempat. Bayangkan saja teman-teman berjalan di tengah suhu matahari mencapai 40 derajat celcius atau bahkan bisa lebih!

Climate justice adalah cara memandang isu krisis iklim dari kacamata keadilan. Melalui climate justice ini kita bisa melihat isu perubahan iklim dari berbagai layer keadilan  sehingga aksi iklim yang perlu dilakukan pun akan mempertimbangkan keadilan-keadilan tersebut.

Tanpa adanya lensa keadilan. Kita hanya melihat perubahan iklim sebagai sebuah fenomena, tanpa melihat kembali lebih dalam apa yang menjadi ketimpangan sehingga terjadi perubahan iklim itu sendiri.

Lebih penting lagi, Climate Justice menjelaskan tentang bagaimana hal tersebut memberikan dampak yang berbeda bagi kalangan kaya dan miskin.

Melalui pemahaman tentang perubahan iklim dan ketidakadilan yang terjadi di sepanjang waktu ini harapannya kita bisa ikut menyuarakan, daripada diam tak mengambil langkah dan menunjukkan di sisi mana kita berpijak. Konsep Climate Justice yang membahas tentang dampak yang terjadi bagi lingkungan akibat kekayaan dan kekuasaan yang hanya dimiliki oleh segelintir orang ini sudah tentu harus kita gaungkan seluas-luasnya bukan?

Karena climate injustice ini menyebabkan terjadinya ketimpangan di kalangan masyarakat, yang mengakibatkan perbedaan dampak dalam menghadapi isu perubahan lingkungan. Masa iya kita mau diam saja?

 

Referensi: 

indonews.id

https://www.unicef.org/globalinsight/media/2866/file

Uninhabitable Earth by David Wallace Wells