Drama Its Okay To Not Be Okay adalah salah satu drama Korea yang baru saja saya tonton menjelang tahun 2020 berakhir. Telat memang. Karena saya tipe orang yang tidak terlalu suka menonton drama panjang dengan banyak episode. Ketika banyak teman merekomendasikannya, saya masih bergeming. Ketika setiap group Whatsapp membicarakan Ko Moon Young dan Moon Gang Tae saya masih belum juga tertarik.
Hingga suatu ketika saat saya berada di level kejenuhan maksimal. Jenuh karena aktivitas di rumah yang itu-itu saja. Kerja, nulis, ngurusin anak, beberes rumah, masak, tidur, repeat. Saya berada di titik ketika sangat enggan melakukan apapun. Padahal hati saya menjadi lapang ketika menulis, biasanya. Kali ini, writing for healing ternyata tidak mempan. Akhirnya iseng membeli paket Netflix satu bulan untuk mencoba keluar dari kebiasaan saya.
Drama Korea pertama yang saya tonton saat itu adalah Itaewon Class, yang kemudian menjadi inspirasi saya ketika menuliskan sebuah lomba blog. Meskipun harus puas dengan posisi juara favorit, namun saya senang karena nonton drama korea bisa juga menghasilkan uang, hehe. Lalu atas saran sahabat, saya pun mencoba menonton drama Its Okay To Not Be Okay. Sebuah film yang katanya akan mengasah mata sosial kita. Meskipun satu hari saya batasi untuk menonton hanya satu episode saja, ternyata drama Its Okay To Not Be Okay menyedot perhatian saya hingga kadang harus rela begadang demi menambah jatah satu episode dalam sehari.
Drama Its Okay To Not Be Okay; Psycho But Its All Right
Its Okay to Not Be Okay adalah seri televisi Korea Selatan tahun 2020 yang dibintangi oleh Kim Soo-hyun, Seo Yea-ji, Oh Jung-se, dan Park Gyu-young. Drama ini menceritakan hubungan asmara tidak biasa antara dua orang yang akhirnya saling menyembuhkan luka emosional dan psikologis satu sama lain. Saya sendiri baru menyadari bahwa masing-masing tokoh dalam drama ini ternyata memiliki luka dalam hati yang tak terlihat.
Enam belas episode dalam drama ini memiliki banyak pelajaran yang bisa diambil. Saya tak pandai mereview film, namun untuk film satu ini rasanya sayang untuk dilewatkan. Apalagi tentang mental health seperti ini. Kalau diceritakan ngenes mah pokoknya. Belum juga episode dua, saya sudah dibuat nangis bombay karena kasihan dengan kisah Moon Gang Tae dan kakaknya. Teringat dengan novel Almond, anak spesial yang punya takdir menyedihkan.
Jadi, Moon Gang Tae ini adalah anak lelaki yang hidup dalam serba keterbatasan. Gang Tae adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya, Sang Tae memiliki kelebihan. Tidak seperti anak normal lainnya yang otaknya tumbuh seiring dengan usianya. Sang Tae adalah penyintas spektrum autis. Oleh karena itu, sejak kecil, Ibu mereka selalu membebankan masalah penjagaan untuk Sang Tae pada Gang Tae, adiknya. Padahal, sebagai anak, Gang Tae juga butuh kasih sayang Ibu. Ia juga butuh dimanjakan, serta dilayani sebagaimana anak kecil lainnya.
Saat ibunya meninggal karena dibunuh, Sang Tae tidak mampu menjelaskan bagaimana kejadiannya, siapa pelakunya dan hal-hal yang berkaitan dengan kematian ibunya itu pada polisi. Padahal Sang Tae adalah satu-satunya saksi hidup dalam kejadian tersebut. Akhirnya Gang Tae lah yang harus menjaga kakaknya. Mengurus segala kebutuhannya. Hal ini membawa keduanya pada kehidupan yang terlihat dari luar biasa saja. Semua baik-baik saja. Namun siapa sangka Gang Tae banyak memendam luka dalam hatinya. Ingin bebas, namun tak bisa. Ingin mengejar mimpinya sendiri, namun ada kakaknya yang harus dijaga seumur hidupnya.
Sampai suatu ketika Gang Tae bertemu dengan gadis yang disukainya sejak kecil, Ko Moon Young. Seorang penulis buku dongeng anak yang juga digemari oleh Sang Tae. Mereka tak sengaja bertemu. Meskipun begitu ternyata pertemuan yang terjadi diantara keduanya memberikan kesan mendalam. Baik untuk Gang Tae maupun Moon Young.
Moon Young seorang penulis terkenal namun berhati dingin akhirnya rela meninggalkan segalanya demi Gang Tae. Seseorang yang menurutnya bisa meredakan amarahnya ketika meledak. Seseorang yang disebut Moon Young sebagai “tuas pengaman” baginya yang dinilai sebagai seorang psycho. Moon Young hampir tak bisa mengekspresikan perasaannya. Ia hanya tahu bahwa hal-hal yang tidak berguna di dunia ini sudah semestinya dibunuh, dilenyapkan dari muka bumi ini agar ia tak menderita lagi.
Meskipun beberapa kali bertemu Gang Tae dan Moon Young tidak berhasil merayunya agar mau menjadi tuas pengamannya, namun ia adalah gadis dengan kemauan yang kuat. Sekuat baja. Hingga saat Gang Tae berpindah ke kota lain pun, Moon Young mengikutinya. Keduanya akhirnya saling jatuh cinta meskipun kadang juga saling menyakiti.
Belajar dari Moon Young saya berpikir bahwa ada saatnya memang untuk bersikap “masa bodo” terhadap permasalahan orang. Jika kita memang tidak baik-baik saja mengapa harus mengatakan pada orang lain bahwa kita sedang baik-baik saja? Ko Moon Young sepintas tak peduli pada orang lain, bahkan apa yang dilakukannya terkesan jahat di mata orang lain. Masa bodo dengan apa yang dipikirkan orang lain, karena orang lain pasti hanya akan menilai dari luarnya saja. Jadi lakukan saja apa yang menurut kita baik, selama itu bukan tindakan kriminal kan.
Moon Young juga memberi tahu pada dunia bahwa memang kenapa kalau saya psycho? Bukankah saya bukan kalian? Bukankah saya juga manusia yang punya hak seperti manusia yang lain?
Jangan Pernah Mau Menjadi Lilin
Ketika melihat Moon Young hingga episode 16 saya semakin kagum pada kepribadiannya. Meskipun ia memiliki sakit mental, namun Moon Youn tetap percaya diri. Ia tetap kuat menghadapi segala macam bahaya yang mengintainya. Tak pernah sekalipun keinginan untuk mengakhiri hidupnya karena tak lagi punya orangtua, teman, bahkan ketika harus kehilangan lelaki yang dicintainya.
Saya teringat pada petuah ayah saya juga bahwa jangan pernah mau menjadi lilin. Orang-orang bilang, lilin memang menerangi sekitarnya. Membawa manfaat untuk sekitarnya. Namun tanpa sadar, ia juga membakar habis dirinya sendiri. Jadi sebelum menolong orang lain, memang harus dipastikan apakah kita juga dalam kondisi aman, apakah kita juga sedang baik-baik saja. Jangan sampai ketika kita menolong orang lain, kita sendiri juga akan hancur. Menurut saya sikap Moon Young yang seperti ini tidaklah egois, namun realistis.
Seringkali apa yang dikatakan Moon Young pada Gang Tae agar mengejar cita-citanya sendiri adalah satu hal yang juga layak untuk kita renungkan. Jangan sampai kita menyiapkan masa depan untuk orang lain, sedangkan untuk diri sendiri kita tak punya masa depan, tujuan, atau sekadar menginginkan kebahagiaan. Bukankah fitrah manusia memang demikian? Jadi jangan salahkan diri sendiri, tak mengapa kok mengatakan pada orang lain bahwa diri kita tidak sedang baik-baik saja. Its Okay To Not Be Okay.