Saat itu aku diproduksi secara massal. Menjadi primadona orang-orang yang tangannya lebih suka di atas daripada di bawah. Gemerlap emas yang menghiasi tangan-tangan mereka seringkali membuat pandanganku silau sehingga tak bisa menatap mereka dengan jelas. Sebuah Lembaga Amil Zakat yang menempeliku dengan stiker begitu bersemangat mendistribusikan kami, aku dan teman-temanku yang serupa bentuk dan warnanya.

Lumayan deg-degkan juga akan jatuh pada tangan siapa aku ini. Akankah tubuhku jatuh pada orang yang bakhil atau suka berderma? Aku tersenyum-senyum saja. Hingga sore ini akhirnya aku tiba di suatu rumah berlantai dua. Kulihat garasinya dipenuhi dua mobil yang sama-sama berwarna hitam. Satu mobil plat merah dengan gagah terparkir paling depan. Aku masuk di sebuah ruang tamu yang dingin. Meskipun tak ada AC kulihat di sekeliling, entah mengapa ruangan itu terasa dingin dan sejuk. Padahal cuaca di luar begitu panas meskipun matahari nampak akan tenggelam.

Seorang wanita paruh baya dengan jilbab lebarnya menyambutku dan meletakkanku di atas meja kecil berdampingan dengan kitab suci AlQuran. Oh nampaknya ruang salat rumah ini berdekatan dengan ruang tamu. Lantai kayunya selalu menyadarkanku bahwa seseorang berarti tengah hadir di ruang salat atau yang biasa disebut musholla itu. Ya, di sanalah aku. Ketika lelaki yang membawaku ke sini pulang, si wanita paruh baya kemudian memasukkan satu lembar uang berwarna biru lewat lubang di bagian atas tubuhku. Baunya wangi, seperti kertas baru. Aku pun berdoa mudah-mudahan beliau istikamah mengisiku.

Keesokan harinya di suatu Subuh, lelaki sekira berumur 60 tahun duduk menghadap jamaah kecil di belakangnya usai menyelesaikan salat Subuh. Beliau memulai pembicaraan dengan salam. Lalu tiba-tiba mengambilku dan menunjukkanku di hadapan wanita serta anak-anaknya.

Pada waktu subuh, dikatakan bahwa 2 orang malaikat datang ke bumi untuk mendo’akan orang – orang yang menafkahkan hartanya di hari itu.

Tentu saja bukan hanya harta yang bisa kita sedekahkan. Dengan ilmu atau benda lain juga kita bisa melakukan sedekah. Dalam suatu hadits disebutkan bahwa:

“Tiada sehari pun sekalian hamba memasuki suatu pagi, kecuali ada dua malaikat yang turun. Salah satu dari malaikat berkata, ‘Ya Allah, berikanlah rezeki kepada orang yang menafkahkan hartanya’. Sementara yang lain berkata, ‘Ya Allah, kurangkanlah dari yang dimiliki orang yang menahan hartanya’.” (HR Bukhari dan Muslim).

Maka bagi siapapun yang menafkahkan hartanya akan dido’akan untuk mendapatkan ganti atas apa yang telah dikeluarkan berlipat ganda. Dan sebaliknya bagi yang menahan hartanya akan ditahan pula rezekinya.

“Maka, Bapak ingin kalian mengisi kotak ini usai salat Subuh. Berapapun yang kalian punya. Idealnya Sehari Seribu Saja.” Ujarnya sambil menyerahkanku pada wanita yang belakangan kutau itu adalah istrinya, yang sedang duduk di depannya.

“Betul sekali Pak,” ujar wanita dermawan itu.

Maka sejak hari itu, setiap hari anggota keluarga di rumah itu selalu menyisihkan beberapa hartanya untuk diberikan padaku. Lalu pada akhir bulan diserahkan pada petugas yang mengambil isi dari perutku. Alhamdulillah. Aku terharu dengan kekonsistenan mereka. Bahkan di saat pandemi yang menyerang negeri ini, keluarga ini masih tetap menyisihkan rutin hartanya usai Subuh. Mereka juga berbagi sembako untuk orang-orang di sekitarnya. Padahal mereka sendiri punya tanggungan dan beberapa karyawan yang harus dibayar meskipun usaha tidak berjalan.

Kata Bapak, ini adalah ikhtiar mereka untuk mendapat ridha Allah. Tak terpikirkan bagaimana nasib sopir Bapak, pegawai catering Ibu yang jumlahnya puluhan itu dirumahkan. Padahal mereka semua menggantungkan harapan padanya. Maka jalan satu-satunya adalah membagi apa yang mereka punya meskipun sedikit. Inilah yang membuatku meneteskan air mata, kekonsistenan mereka menyedekahkan harta di waktu Subuh tetap terjaga hingga beberapa tahun aku tinggal di sini. Mereka tidak hanya bersedekah di saat lapang, di saat sempit pun mereka tetap istikamah. Padahal aku tahu dibalik rumah sederhana ini sehari-harinya mereka juga memakan hidangan yang sederhana, mengirit pengeluaran, serta bekerja semaksimal mungkin.

Pantas saja keadaan mereka tidak pernah kekurangan. Tiap ada orang yang mengeluh pada keluarga ini, seketika itu pula mereka beri sesuai dengan apa yang mereka punya. Entah itu beras bahkan uang. Teringat saat usai salat Subuh dan rutinitas mereka mengisiku dengan rupiah-rupiah yang berarti itu, ada seseorang yang menelepon Bapak. Mereka bilang butuh biaya besar untuk menutup uang makan anak-anak di pondok yang saat itu tidak bisa pulang ke kampung halaman masing-masing. Lalu tanpa mempertimbangkan tabungannya yang semakin menipis, beliau berkata :

“Saya tutup semua. Bismillah.” Ujarnya.

Masya Allah begitu mulia hati beliau.

“Pak? Tabungan kita sudah menipis lho.” ujar istrinya tampak khawatir.

“Tidak apa-apa Bu, insya Allah nanti ada gantinya.” Ujar Bapak santai, lalu menyelipkan satu lembar uang diantara lubang tubuhku yang semakin sesak.

Aku hanya bisa terus berdoa untuk keluarga ini mudah-mudahan janji Allah benar adanya. Bahwa Allah akan memberi rizki kepada beliau sekeluarga karena menafkahkan hartanya.

#RWCODOP

#Ramadhan2020

#OneDayOnePost

#RWCDay14