Judul yang kita baca sudah mengatakan apa yang dibahas ngalor ngidul di dalamnya.

Sebuah teori yang bertolak belakang dari buku sebelumnya yang saya baca, tentang sebuah pendekatan positif dalam segala hal.

Mark Manson malah mengajari kita untuk “menolak” sesuatu yang semestinya kita tolak. Bersikap “bodo amat” terhadap fenomena yang seringkali membuat kita gusar dan kehilangan jati diri sendiri. Bahkan memberikan pernyataan bahwa memiliki masalah itu justru bagus dalam hidup, alih-alih membayangkan kebahagiaan karena kita belajar dari pengalaman orang lain sehingga tidak jatuh pada lubang yang sama, kata para motivator. Mark Manson justru memberikan teori yang masuk akal dan lebih manusiawi.

Tak apa memiliki banyak masalah, jatuh pada lubang, itu artinya Anda hidup dan kehidupan Anda sedang berproses menuju yang lebih baik atau stagnan, Anda sendiri lah yang menentukan.

Dalam buku ini juga saya berhenti merasa “istimewa”. Ya, kebanyakan motivator pasti nengatakan, setiap manusia terlahir dengan keistimewaan. Menghipnotis memang, dan kelak akan menumbuhkan aspek narsistik dalam diri kita. Maka akuilah bahwa Anda bukan orang yang istimewa. Suatu saat dengan narsistik itu kita akan merasa seakan-akan layak mendapatkan hal-hal baik tanpa berusaha. Kita akan percaya diri dapat disukai dan dapat menjalin hubungan baik tanpa pernah membantu seseorang. Kita percaya bahwa kita berhak memiliki suatu gaya hidup yang luar biasa tanpa pernah mengorbankan apapun.

Orang-orang seperti ini, kata Mark Manson begitu terpaku pada perasaan nyaman karena berhasil mengelabui diri mereka sendiri hingga yakin bahwa mereka sedang menyelesaikan hal-hal yang besar bahkan ketika mereka tidak melakukannya.

Begitulah, pendekatan yang masuk akal dan manusiawi menurut saya. Membaca ini menyadarkan saya bahwa harus sakit berkali-kali, jatuh dengan luka dimana-mana agar saya tumbuh menjadi pribadi yang bahagia. Bukan, bukan lagi sukses ukurannya 🙂

Ah, must read!

#bookreview #markmanson #oneweekonebook