Karena sesungguhnya orang-orang dewasa itu tidak bisa disebut dewasa ketika dia menyebut dirinya, “Aku sudah dewasa!” Karena anak kecil seringkali begitu. (anonym)

Saat Kita Jatuh Cinta adalah novel fiksi remaja yang baru saja diterbitkan oleh Buku Republika karangan Aiu Ahra. Sudah lama saya tidak membaca novel romance. Awal membacanya memang agak membosankan, seperti akan tahu endingnya seperti apa. Paling juga jadian, dan berbagai macam ekspektasi yang saya imajinasikan seperti halnya novel-novel romance yang dulu sempat saya gandrungi. Ternyata tidak, hingga pertengahan novel saya semakin terlarut dengan cerita yang dikisahkan. Sederhana namun sarat makna.

Ada dua tokoh sentral dalam novel ini, yaitu Biru dan Agya. Keduanya memiliki keluarga yang bermasalah. Istilah zaman sekarang, broken home. Kedua Ayah dan ibunya berpisah. Namun mereka memiliki karakter yang sangat jauh berbeda.

Biru adalah seorang remaja delapan belas tahun. Ia hidup bersama dengan kakeknya, karena menolak untuk hidup bersama dengan ayah dan ibu tirinya. Ibunya meninggalkan Biru dan Ayahnya sejak lama. Maka Biru terpaksa kerja sambilan sebagai tukang cuci piring di sebuah restoran. Pagi dihabiskan untuk bersekolah, sore hingga malam untuk mencuci piring. Sisa waktunya untuk kakeknya yang selama ini telah berbaik hati merawat dan membesarkan hatinya kala Ayah dan Ibunya pergi darinya.

Oleh karena itu Biru nyaris tidak punya teman di sekolah selain teman sebangkunya yang jenius bernama Dimas. Seringkali ia tertidur di kelas karena lelah, namun Dimas selalu memberinya contekan saat ujian. Meskipun kadang Biru membiarkannya punya nilai buruk seperti deretan bilangan biner. Biru benar-benar bukan tipe cowok idaman sekolah. Namun siapa sangka ada satu gadis yang menyukai Biru sejak SMP. Obsesinya untuk cepat-cepat menjadi dewasa seringkali justru membuatnya bersikap dan berpikir kekanak-kanakan.

Agya adalah gadis remaja delapan belas tahun yang juga tidak bahagia. Ayah dan Ibunya terancam bercerai. Sejak saat itu Agya selalu sendirian di rumah. Ibu dan Ayahnya sibuk bekerja dan sibuk memikirkan urusan mereka masing-masing. Sehingga Agya menjadi pribadi yang pendiam dan suka melamun. Agya memiliki tiga orang sahabat yang setidaknya bisa mengisi kekosongan hati dan hari-harinya. Namun karena ketidakpandaian Agya mengutarakan isi hati dan pikirannya, suatu ketika membuat Yaya (begitu panggilan akrabnya) kehilangan tiga orang sahabatnya itu. Yaya juga bukan tipe cewek idaman para cowok di sekolah. Namun ia memiliki hati yang lembut, suka menolong serta selalu peka terhadap apa yang ada di sekitarnya. Tidak heran ia hampir selalu menjadi korban karena kebaikan hatinya sendiri.

Tokoh lain seperti Bu Filda yang dewasa, anggun serta penuh karisma juga turut memberikan andil dalam novel ini sehingga penuh warna. Begitu juga dengan tokoh Dimas yang usil, cerdas dan sangat peduli terhadap teman-temannya. Tiga orang sahabat Agya yang bernama Diana, Gita dan Silvi juga ikut andil dalam memainkan plot dalam novel ini. Namun ketiganya tidak terlalu mencolok. Kesamaan sifat mereka yaitu mudah tersulut emosi dan suka berkelompok, tidak mau berbaur dengan teman-teman lainnya yang dirasa tidak satu level dengan mereka. Khas remaja, bukan?

Saya bersyukur Aiu Ahra mengangkat kisah cinta dalam novel yang ringan ini dengan sangat baik. Sungguh di luar dugaan. Aiu mengeksekusi ending cerita dengan sangat rapi, dan saya sebagai pembaca sangat puas dengan ending yang ‘tidak biasa’ terjadi. Sangat cocok untuk dibaca mereka yang beranjak remaja hingga saya yang tengah menapaki fase dewasa awal. Karena di dalamnya tidak hanya mengajarkan tentang cinta dan persahabatan, tapi juga bertahan dan belajar mendewasakan diri.

“Yang mendewasakan seseorang bukan usianya, tapi bagaimana cara seseorang itu memandang permasalahan hidup. Juga bagaimana waktu yang memprosesnya menjadi lebih matang dari hari ke hari. Jalanmu masih panjang. Cinta bukan satu-satunya hal penting sekarang, tapi bagaimana kamu menjalani hidup yang panjang ini dengan lebih bijak dan dewasa. Semoga mimpi-mimpi kamu tercapai.” (Saat Kita Jatuh Cinta, halaman 293)

Saat Kita Jatuh Cinta, oleh Aiu Ahra

Republika Penerbit, Jakarta.

Cetakan 1 November 2019, 298 halaman.

3.5/5