Bobo adalah salah satu majalah favorit sejak saya kecil. Bukan hanya saya sepertinya, namun banyak anak di Indonesia pasti menyukai majalah satu ini.

Saya suka buku sejak kecil, sejak mulai bisa membaca, saya selalu ingin membaca buku, apa saja.

Ayah dulu pernah berlangganan koran dan majalah keagamaan. Saya pun ikut membacanya. Meskipun tak tau maknanya. Pokoknya saya sangat senang jika diberi tugas untuk membaca.

Beranjak remaja saya menggandrungi komik. Segala jenis komik saya baca, mulai dari horor, detektif, romance, dan komedi. Bahkan dulu saya sering menghabiskan empat sampai lima komik dalam sehari. Saat itu masih rame-ramenya perpustakaan yang meminjamkan komik, novel, dan buku-buku lain.

Kemudian ketika masuk ke dunia kampus, saya seolah kehilangan minat baca. Entah itu karena aktivitas praktikum yang selalu menyita waktu, belum lagi tugas yang hampir setiap hari selalu meminta untuk diselesaikan, dan lain-lain. Saat itu saya merasa kosong. Ah, ada apa ini?

Pengetahuan dan wawasan saya seolah berhenti disitu saja. Berada dalam kotak sempit yang sangat tidak nyaman bagi saya.

Setelah menyelesaikan tanggung jawab skripsi, saya mulai haus untuk mencari ilmu lagi. Sembari memulai pelajaran baru setelah saya lulus strata satu, saya juga menyempatkan untuk memulai menghabisi buku-buku yang sudah lama saya jauhi. Bedanya dengan sekarang, saya tidak punya target, tidak punya goal atau tujuan untuk apa saya membaca saat itu.

Bersyukur tak lama saya menemukan komunitas hebat seperti one week one book. Karena memang langkah dan visi kita akan lebih jelas dan terarah ketika kita punya goal, atau tujuan, untuk apa sebenarnya kita membaca dan berkomitmen untuk menghabiskan satu buku dalam satu pekan, minimal.

Diantara perjalanan tersebutlah saya begitu mengagumi buku-buku yang saya baca. Semuanya menarik dan selalu ada hikmah yang bisa saya ambil dalam buku yang saya baca. Ada banyak pelajaran dan ilmu yang saya dapatkan dari proses membaca, kemudian menuliskan reviewnya.

Sehingga saya pun tidak bisa menentukan satu buku favorit selama perjalanan saya membaca, hingga saat ini.

Saya suka majalah Bobo ketika saya masih berada di Sekolah Dasar. Salah satu bagian yang paling saya nanti adalah Kisah Bona dan rongrong. 

Bobo menjadi salah satu episode tersendiri dalam hidup saya.

Saya suka serial Harry Potter ketika saya berusia remaja. Bahkan hanya butuh waktu tiga hari untuk menyelesaikan satu novel setebal kitab suci itu.

Saya suka novel dengan judul Miss Jutek ketika saya masih ingusan dan menye-menye soal cinta monyet.

Saya suka novel berjudul Rembulan di Mata Ibu karya bunda Asma Nadia ketika saya mulai memperbaiki diri.

Saya suka buku The Greatest Scientist Muhammad karangan Dr. Winai Dahlan, cucu Kyai Ahmad Dahlan, ketika saya berapi-api mempelajari Al Quran.

Saya juga suka buku Amor Fati, buku self improvement karya Rando Kim yang membuat saya bangun dari masa-masa hibernasi untuk melakukan hal-hal yang saya suka setelah sekian lama terpendam.

Ada banyak lagi buku yang pasti selalu meninggalkan bekas yang mendalam. Bekas yang mendalam adalah karena pesan yang ingin mereka sampaikan, bisa menyentuh sisi terlemah dalam hati saya, sehingga selalu meninggalkan kesan.

Jika diminta menyebutkan satu buku favorit, ah saya tidak bisa. Setiap buku yang saya baca punya kisah dengan lautan hikmah sendiri-sendiri. Semuanya menarik dan meninggalkan kesan mendalam bagi diri saya. Hanya saja saya menyebutkan judul yang paling saya ingat dan paling laris dipinjam teman-teman, hihi..

Ah betapa menyenangkannya mereka, sang penulis, kebaikan yang mereka sebarkan lewat tulisan pasti menuai banyak ganjaran dari Allah.

Kalau kamu, apa buku favoritmu saat ini? 😊

#oneweekonepost #oneweekonebook