Ada banyak pertanyaan ketika saya berhasil menyelesaikan buku solo pertama berjudul Narasi Gurunda pada akhir tahun 2019 lalu. Kebanyakan dari mereka bertanya, “Berapa lama waktu yang dibutuhkan?”, “Bagi dong tips menyelesaikan buku?” atau “Mbak, gimana sih caranya menerbitkan buku?” dan beberapa pertanyaan serupa lainnya.
Meskipun saya juga masih tergolong penulis pemula, mungkin sedikit sharing dari tulisan ini bisa menambah pengetahuan teman-teman sekalian yang sedang ingin menulis buku. Pengalaman dan beberapa tips ini juga saya dapat dari beberapa penulis kawakan seperti Om Puthut EA, Robi Afrizan, sampai Om Isa Alamsyah.
Banyak Membaca
Berawal dari hobi membaca, saya jadi sangat suka dengan aktivitas menulis. Ternyata setelah diingat-ingat saya sudah mulai menulis cerita sejak duduk di bangku SMP. Saat itu saya menulis sebuah cerita fantasi yang terinspirasi dari sebuah game yang saya mainkan. Jadi benar-benar ditulis di buku tulis bergaris merk Mirage deh kalau ngga salah. Karena merk Sidu masih mahal buatku saat itu, hehehe..
Jadilah bertumpuk-tumpuk tulisan tangan saya di sana, dan dibaca oleh teman-teman. Saya sudah mencarinya kemana-mana sebagai bukti fisik, tapi nampaknya ikut keloak deh. Sejak saat itu saya mulai suka menulis. Namun sempat hiatus karena sok sibuk saat SMA hingga kuliah. Baru menyadari bahwa passion saya benar-benar menulis itu sejak lulus kuliah. Baru diseriusin tahun 2018. Lalu mencoba konsisten di tahun 2019. Jadi benar-benar newbie alias anak bawang.
Bekal menulis saya yang paling banyak ya dari membaca. Semakin banyak membaca, akan semakin banyak bahan yang bisa saya olah untuk menjadi sebuah tulisan. Lahirnya Narasi Gurunda juga tidak lepas dari hasil bacaan saya tentang biografi dua ulama besar pendiri organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia. Juga biografi Eyang Habibie, serta beberapa tokoh pahlawan dan cendekiawan seperti Buya Hamka. Tak ketinggalan biografi para wanita penghuni surga yang ditulis oleh penulis Turki yang sedang booming sejak 2018 lalu.
Salah satu tips menulis buku yang seringkali saya dengar dari banyak penulis kondang adalah dengan banyak membaca. Karena dari membacalah diksi kita akan bertambah. Begitu juga dengan sudut pandang.
Bergabung dengan Komunitas Menulis
Memelihara kebiasaan baik itu idealnya dilakukan bersama-sama. Karena ketika kita down, tidak bersemangat, atau yang biasa disebut oleh para penulis sebagai writers block, kita akan bisa cepat bangkit dan kembali bersemangat untuk menulis. Saya sendiri bergabung dengan komunitas menulis sejak tahun 2018. Lalu lahirlah dari sana karya perdana saya yang dibukukan dalam bentuk antologi.
Nah, tips menulis buku dengan cara ini ternyata ampuh untuk terus memupuk semangat kita dalam menulis. Setiap ada teman yang satu komunitas menelurkan karya baru, secara sadar maupun tidak, semangat untuk punya prestasi yang sama akhirnya tumbuh dalam diri kita. Kalau tidak percaya, buktikan saja. Sampai saat ini saya bergabung dengan beberapa komunitas menulis. Meskipun tidak semuanya berfokus pada menulis buku. Namun semangat saya terjaga hingga saat ini lho.
Selain menjaga semangat untuk terus menulis, komunitas juga akan memberikan kita banyak pengalaman dan wawasan baru. Apalagi jika dalam komunitas tersebut secara rutin ada kegiatan sharing soal kepenulisan. Wah, kalau sudah bergabung dengan komunitas seperti ini, jangan sampai dilepas! Kita akan rugi jika kehilangannya. Memiliki teman yang satu frekuensi dengan kita adalah kenikmatan tersendiri agar impian-impian segera terwujud.
Narasi Gurunda juga lahir dari sebuah komunitas. Saya mengikuti ODOP(One Day One Post) dan NAC (Nulis Aja Community) ketika proses menyelesaikan buku tersebut. Minimal saya harus menulis 300 kata dalam sehari. Syukur bisa lebih. Hingga pada akhirnya, biografi yang saya kemas dalam bentuk novel tersebut bisa selesai sebelum tenggat waktu yang ditentukan, yaitu kurang dari tiga bulan.
Saya percaya dengan petuah dari Om Roem Topatimasang dalam bukunya Sekolah itu Candu bahwa semua orang adalah guru, semua buku adalah ilmu dan semua tempat adalah sekolah. Sehingga saya menganggap bergabung dengan komunitas adalah salah satu cara agar saya bisa mendapatkan banyak ilmu.
Selesaikan, jangan ditinggal!
Saya teringat dengan pesan Om Puthut EA dalam bukunya yang tidak ber-ISBN, berjudul Catatan Untuk Calon Penulis. Beliau menyebutkan :
Jangan pernah membiasakan meninggalkan tulisan yang belum jadi hanya karena merasa kehabisan ide. Setiap kali muncul masalah seperti itu, hadapilah. Tanamkan di pikiran Anda kalau kamu terbiasa membuat tulisan terbengkalai tak selesai, maka Anda akan punya kebiasaan lari dari tanggung jawab di kehidupan sehari-hari.
Nasihat atau tips menulis buku dari Om Puthut di atas sangat mendalam dan membuat saya bertekad untuk menyelesaikan apa yang sudah dimulai. Meskipun ada rasa bosan dan ingin segera mengerjakan ide baru. Walaupun masih ada beberapa naskah saya yang akhirnya juga tidak selesai. Namun untuk Narasi Gurunda saya bertekad harus menyelesaikannya.
Benar lho, kalau kita tidak menyelesaikan naskah lalu malah mengerjakan naskah lain yang kebetulan idenya baru muncul, yang ada naskah kita tidak akan cepat selesai. Memang ketahanan penulis itu diuji ketika ia berhasil menyelesaikan sebuah buku. Kalau menulis cerpen atau blog hanya butuh waktu sekali duduk, maka tidak dengan buku. Jadi sebenarnya kata Om Puthut EA juga, bahwa menulis buku itu menguji ketahanan mental kita juga sebagai penulis.
Setelah Narasi Gurunda selesai ada kebanggaan tersendiri karena akhirnya saya bisa menaklukkan diri sendiri. Melawan rasa malas, meninggalkan zona nyaman, semakin percaya diri, dan tentu saja semakin banyak belajar.
Bangun Motivasi
Salah satu tips menulis buku adalah kita harus punya motivasi kuat untuk menyelesaikannya. Motivasi saya menulis sih karena saya pegang kata-kata Imam Al Ghazali
“Kalau kau bukan anak Raja atau anak ulama, maka menulislah”
Bukan karena ingin populer atau diakui orang tapi lebih pada mengabadikan pikiran kita. Karena kita tidak selamanya hidup di dunia ini. Mati lalu terlupakan. Kalau tulisan, insyaAllah akan abadi
Selain itu, kita harus punya yang namanya strong why. Sebenarnya untuk apa dan siapa kita menulis sebuah buku?
Penulisan Narasi Gurunda di tahun 2019 ini karena saya sadar bahwa suatu saat nanti tidak akan bisa meninggalkan apa-apa untuk anak keturunan. Anak bangsawan bukan, anak konglomerat juga bukan. Jadi saya ingin meninggalkan karya untuk orang tua saya, anak dan cucu. Agar dapat dibaca oleh mereka. Sederhana saja.
Mengharapkan sebuah hasil maksimal itu memang butuh perjuangan. Bahkan untuk dapat kipas angin ketika gerak jalan juga kita harus berjuang. Apalagi mau jadi penulis. Kadang saya juga susah melawan malas dan ngantuk. Tapi selalu teringat umur. Kalau besok tidak ada umur bagaimana ya? Maka satu-satunya cara adalah dengan sesegera mungkin menyelesaikan tulisan.
Masalah utama seorang penulis adalah menulis. Maka mulailah menulis. Menulis tentang apa saja. Bebaskan diri Anda. Hilangkan kekhawatiran. Hapus cepat kata “jangan-jangan…” dari pikiran Anda -Puthut EA-
Buat Timeline
Setiap orang pasti punya waktu produktifnya masing-masing. Maka agar buku kita cepar selesai, luangkan waktu satu hingga dua jam dalam sehari untuk menulis. Entah bagaimana caranya harus ada waktu minimal satu jam untuk menulis.
Saya sendiri punya waktu produktif saat anak sedang tidur. Kalau doi tidur siang, saya gunakan waktu tersebut untuk membaca. Malam harinya untuk menulis. Sehingga saya mulai menulis kira-kira pukul sembilan atau sepuluh malam hingga selambat-lambatnya pukul dua belas malam. Tidak mudah memang, tapi harga dari sebuah usaha kita itu tidak akan sia-sia kok. Saya yakin suatu saat akan merasakan hasilnya.
Kalau para ulama saja bisa tidur hanya tiga atau empat jam saja dalam sehari untuk belajar dan menulis, maka kita pun pasti bisa. Meskipun begitu beri jeda satu hari dalam satu minggu untuk istirahat, agar kita kembali menulis dalam kondisi fresh.
Mungkin masih ada banyak lagi kiat-kiat bagaimana menyelesaikan tulisan menjadi sebuah buku dari teman-teman sekalian, share di kolom komentar ya 🙂
Akhirnya saya tutup tulisan kali ini dengan nasihat dari Om Puthut EA, salah seorang yang membuat saya terinspirasi untuk menjadi seorang penulis.
Menulis itu keren. Keras kepala agar terus bisa menulis itu jauh lebih keren.
Salah satu review Buku Narasi Gurunda bisa dibaca di sini : https://ngodop.blogspot.com/2020/04/teladan-kegigihan-dari-narasi-gurunda.html?m=1
Baca juga tips menulis lain di sini : Catatan Untuk Calon Penulis dari Puthut
Ahsiap…
Mantep bener petuah om phutut. Semngat membaca!!! Semangat menulis 😀
Bermanfaat
Setuju banget, dulu sempat di nggak pede saat menulism karena masih banyak tulisan yang lebih bagus dan layak untuk di baca. Tapi ternyata setiap tulisan memang sudah punya jodohnya sendiri dan yang paling penting kita bisa bermanfaat dengan menulis. Terima kasih sharingnya mba
[…] Baca Selengkapnya […]
Betul banget mbak, bergabung dengan komunitas menulis bisa menjadi penyemangat agar kita segera menyelesaikan tulisan. Terima kasih atas tipsnya, baca artikel ini saya jadi terinspirasi untuk bisa menulis buku juga😊
MAsyaAllah, barakallah mbak. Mantap banget nyelesain 1 buku dalam waktu 3 bulan. Aku juga pengen bikin buku solo tapi sepertinya dengan kondisi saat ini belum kondusif. Semoga nanti bisa datang kesempatan itu.
Wa fiyk barakallah mba. Aamiin. Insya Allah ya mba, aku pasti beli bukunya nanti hehe
Aku baru membaca beberapa tulisan Mbak Jihan di blog ini dan selalu merasa nyaman membacanya. Kadang kita butuh waktu untuk menyadari sebenarnya passion kita itu apa. Aku juga sangat suka menulis. Tapi masih bandel belum kunjung selesaikan naskah buku. Suka gitu sih, kalah sama rasa lelah setelah seharian kerja, huhuhu … Doakan ya bisa istiqomah cicil naskah sampai selesai dan terbit bukunya di waktu yang tepat,
Terimakasih mba Melina. Mudah-mudahan diberi kesempatan untuk terbitkan buku secepatnya, aamiin
Seneng deh baca quote-quotenya mba. Hehehe. Saya masih belum punya buku atau karya tulis yg dibukukan dalam bentuk buku, tapi kalo artikel di koran, sepertinya saya sudah punya ribuan. Wkwkwk. Dulu sempat ikut lomba novel Bukune. Dari 150 peserta, saya lulus sampai tersisa 15 besar. Sayangnya yg diterbitkan hanya 10 novel terbaik dan saya tersingkir sampai di sana. Konyolnya saya, saya tak semangat memperjuangkan novel ini sehingga hanya menjadi bagian dari tulisan blog saja plus dibaca teman-teman di kampus. Sekarang entah kenapa mau fokus ngeblog aja dulu. Mungkin nanti kalo bayi-bayi sudah besar, saya bisa nyusul Mba Jihan nih. Amiiiinn
MasyaAllah, sukses di jalan masing-masing ya mba. Salut banget sama mba mutia deh asli. Aku harus belajar banyak juga soal blog ke mba mutia karena aku baru mulai serius tahun ini. hehehe
Selesaikan, jangan ditinggalkan.
Nah ini yg menurutku paling susah. Ga heran selama 30 tahun hidupku cuma menelorkan 1 novel dan 1 antologi wkwkwk
Kayaknya setiap orang punya waktu produktif sendiri-sendiri ya mba. Aku juga masih 1 buku solo kok:)
Aku udah banca bukunya mbaknya yanh narasi gurunda lho.. Nantik tak reviewnya..
Terimakasih kak. Ditunggu reviewnya yaa, jangan lupa backlink ke aku hehehe
Kehilangan ide memang sering kali menjadi Alasan berhenti menulis. Tapi membaca tukisan ini jadi termotivasi untuk terus menulis
Aku juga pernah nyoba nulis buku/novel gitu, udah dapet 10 halaman si. Tapi aku ngelakuin poin ketiga, meninggalkan hal itu, akhirnya belum berlanjut sampai sekarang, dan entah filenya pun aku simpan dimana.
masyaAllah keren mbak jihan udah bisa nulis buku solo. barakallah ya semoga laris. aku juga mulai kembali menulis tahun ini, dan baru gabung di salah satu komunitas buku antologi,,,s eneng bgt
Ya Allah ini nih salahku. Sering ninggalin tulisan gak ditengok lagi hiks. Harus lebih ‘keras kepala’ buat lanjutin tulisan… Huwaaa semangaaaat
Makasih tips2 dan masukannya. Kl bg saya penulis itu spt seniman juga, begitu ada inspirasi ya langsung di tulis. Kl banyak membaca saya kurang setuju, kan kita mau jd penulis bukan jd pembaca haha
Bagi saya loh yaaaa yg blm pumya karya ini haha
🙏
Betul. Tapi dari membaca itu kita bisa dapat banyak inspirasi dan kosa kata yang mungkin belum pernah kita pakai kak. Membaca adalah salah satu jalan agar kita kaya diksi dan sudut pandang. Karena penulis yang baik ya berasal dari pembaca yang baik pada awalnya. CMIIW
Quote of the day: jangan pernah tinggalkan tulisanmu yg belum selesai. Ya betul sekali. Krn ketika satu kali ditinggalkan akan sering ditinggalkan hingga tak selesai-selesai. Naishat itu cocok juga untuk yg lagi buat skripsi hehe
saya sering melakukan kesalahan saat mau nulis biasanya menyimpan konsep dulu baru nulis atau nunggu ada ide baru nulis
Memang kakaknya sudah hobi nulis jauh dari smp ya, ga sebentar perjuangannya.. jadi memang untuk menjadi penulis tidak bisa instan memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sebentar..TFS ya kak
[…] Baca juga Pengalaman Menulis Buku Kurang dari 3 Bulan […]
[…] Baja Juga : Pengalaman Menulis Buku Kurang dari 3 Bulan […]
salah satu dosa saya dalam kepunulisan yaitu tidak menyelesaikan serita sampai tamat karena menemukan ide lain, alhasil punya karya semi jadi deh wkwkw. tapi syukurnya pernah juga kelar satu novel dalam kurun waktu 3 bulan cuma karena jenis teenlit dan merasa kurang manfaat, akhirnya niat untuk mencetaknya hilang. dan tinggalah ia sebagai jejak perjuangan.
[…] sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Jika suasana kantor terlihat lebih kondusif, tak heran ide serta inovasi baru pun dapat terus […]
panjang juga blognya, apalagi kalau mau nulis bikin buku harus banyak baca buku juga. tapi memang smua itu diawali dari kecil-kecil dulu yah smisal ngeblog baru nanti lanjut bikin bukunyaa, dan harus konsisten nuliss