Cara mencegah depresi? Memangnya bisa ya? Bagaimana cara mencegah depresi agar tidak berlarut-larut? Yuk simak penjelasannya berikut.

Martin Seligman, ahli psikologi dari University of Pennsylvania mengemukakan bahwa selama 30 atau 40 tahun terakhir ini, kita menyaksikan meningkatnya individualisme dan lenyapnya keyakinan yang lebih luas terhadap agama, serta terhadap dukungan masyarakat dan keluarga besar. Ini berarti menunjukkan hilangnya penopang seseorang dari kegagalan dan kekalahan.

Apapun sebabnya, depresi pada generasi muda merupakan masalah mendesak. Menurut Patricia Cohen dalam tulisannya Epidemiologi Depresi (1988) menemukan bahwa pada masa pubertas seorang gadis yang berusia 14 hingga 16 tahun memiliki peningkatan 16% dari 9% kemungkinan mengalami serangan depresi, begitu juga dengan lelaki yang lajunya sekitar 10% saja. Serangan depresi pada anak ini akan berdampak pula pada serangan yang lebih besar dalam kehidupan mereka nanti.

cara mencegah depresi

pict from unsplash.com/@spacemonkey

Sebelum depresi itu datang dan menghantam jiwa-jiwa generasi muda, yuk perhatikan beberapa tips dari Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence dan berbagai penelitiannya untuk mencegah depresi terjadi pada kita atau keluarga kita.

  1. Memperluas sudut pandang masalah

Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence mengungkapkan bahwa sejauh kita melihat kegagalan sebagai sesuatu yang berlangsung terus dan yang kita perbesar hingga mewarnai apa saja dalam kehidupan kita, maka kita akan jauh lebih gampang membiarkan kekalahan sementara menjadi sumber keputusasaan abadi. Lain halnya jika kita mempunyai sudut pandang lebih luas, seperti keyakinan terhadap Tuhan dan hidup kekal, lalu kita kehilangan pekerjaan, kita akan menganggap hal itu sebagai kekalahan sementara saja.

  1. Mengubah pola pikir

Ubahlah pola pikir pesimis menjadi optimis. Cara menafsirkan kekalahan hidup secara pesimistik akan memperbesar rasa tak berdaya dan putus asa pada otak kita. Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence menuliskan bahwa anak yang paling mudah terkena kesedihan memiliki kecenderungan ke sudut pandang pesimistis ini sebelum menderita depresi. Martin Seligman menyatakan bahwa suasana hati seperti cemas, sedih dan marah bukan semata-mata diwariskan pada kita tanpa sedikitpun bisa kita kendalikan, melainkan bahwa kita dapat mengubah perasaan itu dengan mengubah apa yang kita pikirkan.

  1. Menjalin persahabatan

Seorang sahabat mungkin tidak memberikan solusi atas perasaan yang tidak dapat kita kendalikan saat itu, namun seorang sahabat akan memberikan kita pandangan yang lebih luas terhadap sebuah persoalan. Terkadang kita hanya ingin didengarkan untuk menghilangkan sebuah perasaan sedih, marah, cemas atau kecewa. Maka menjalin persahabatan adalah salah satu jalan yang dapat mencegah kita dari serangan depresi ringan. Beberapa orang yang pernah saya temui ada lho yang mengaku tidak punya sahabat. Dia tipe orang yang cenderung nyaman untuk selalu sendirian. Tak heran pula ia seringkali overthinking terhadap segala persoalan yang menghampirinya. Persoalan sepele pun akan dipikirkannya dengan sangat serius.

  1. Bergaul lebih baik dengan orang tua

Penekanan emosional sejak dini (saat kita berinteraksi lebih banyak dengan orang tua) bisa menghambat pertumbuhan neuron yang dapat mengarah pada depresi bila kita mengalami stres berat bahkan berpuluh tahun kemudian (Dr. David Kufer, ketua bagian psikiatri pada fakultas kedokteran University of Pitssburgh). Oleh karena itu penting bagi kita untuk menjaga emosi pada diri kita sendiri dengan memulainya dari keluarga atau orang tua.

  1. Melibatkan diri dalam kegiatan sosial yang disukai

Goleman menuturkan bahwa salah satu faktor utama depresi akan terus bertahan atau segera hilang adalah kadar sampai dimana orang memikirkannya. Melibatkan diri dalam kegiatan sosial yang kita sukai akan meminimalisir serangan depresi pada saraf kita. Karena dalam kegiatan sosial kita akan bertemu banyak orang dan belajar banyak hal tentang mensyukuri sebuah kehidupan. Satu hal ini sudah pernah saya buktikan bagaimana ia mengurangi tekanan pada otak dan jiwa kita. Bergabung dengan komunitas sosial akan membawa kita untuk menemui banyak orang dengan berbagai permasalahan dan kelebihannya.

Suatu ketika saat saya berada dalam titik yang benar-benar “duh ingin mati rasanya” karena harus berdiam diri di rumah selama beberapa bulan. Keluar masuk rumah sakit, tanpa teman dekat dan terbatasnya komunikasi karena memang untuk memegang gawai pun rasanya sangat malas dan lemas. Pada saat itulah saya selalu ingin mengakhiri hidup. Merasa diri tidak berguna, tidak ingin dijenguk oleh siapapun, hingga saya sendiri menyadari ada yang salah dalam hati dan pikiran saya.

Untungnya dokter selalu memberikan semangat dan motivasi sampai saya sembuh. Tidak ingin berdiam diri dan merasa mengutuk hidup, saya pun mencari berbagai kesibukan. Khususnya di komunitas sosial. Singkat cerita hidup menjadi lebih cerah dan berwarna, itu yang saya rasakan.

Bila kita ingin melakukan perubahan besar pada penyakit psikiatri seperti depresi, kita harus melakukan sesuatu sebelum seseorang jatuh sakit. Pemecahan sebenarnya adalah vaksinasi psikologis, dengan cara apa? Mulai dari diri sendiri seperti lima langkah di atas misalnya.

Mencegah terjadinya depresi akan lebih mudah daripada mengobatinya kan?