Kita sama-sama tahu bahwa kalimat Aku tak mungkin hidup tanpamu adalah sebuah kebohongan. Kita akan tetap hidup tanpa satu sama lain, namun aku kerap mengatakannya hanya untuk secara sengaja mengkhianati kenyataan itu. Aku tak sanggup hidup dalam kenyataan semacam itu.

Cerita Sebelum Bercerai halaman 39

 

Sebuah karya dari Fahd Pahdepie satu ini ternyata mencerminkan apa yang selamanya ia tulis di media sosial miliknya. Saya pikir istilah bucin alias budak cinta hanya dialami oleh para remaja labil yang menempatkan cinta di atas segalanya. Mereka belum tahu saja jenis-jenis tagihan atau cicilan bisa merusak cinta itu sendiri. Secara realistis, beginilah cara berpikir saya.

Cerita sebelum menikah ini bukan berisi nasihat-nasihat. Namun berisi cerita-cerita keseharian Fahd dan sang istri. Bagaimana Fahd merefleksikan banyak hal yang telah dialaminya dan dirasakan dalam kehidupan berumah tangga selama sepuluh tahun bersama istri tercinta. Fahd menyadari bahwa orang-orang zaman sekarang lebih tertarik pada sebuah cerita ketimbang nasihat. Mereka lebih ingin didengarkan daripada mendengarkan orang lain. Atau paling tidak mereka ingin tahu saja cerita orang lain seperti apa, agar bisa direfleksikan untuk dirinya sendiri. Karena lewat cerita orang lain biasanya kita bisa lebih bersabar dan bersyukur.

Maka lahirlah cerita-cerita sederhana yang ditulis Fahd dalam buku ini.

Apakah buku ini berisi tentang perceraian?

Sebenarnya sih tidak juga. Buku ini memang didedikasikan untuk semua pasangan, baik yang muda, setengah muda maupun tua, yang sedang berpikir untuk bercerai. Apalagi untuk orang-orang yang tengah menghadapi situasi berat dalam pernikahan mereka.

Perceraian memang sebuah tema yang jarang kita bicarakan, meski sebenarnya sangat penting. Saya yakin hampir semua ikatan pernikahan pernah melahirkan wacana perceraian, baik dalam kondisi sadar maupun tidak. Apapun alasan dan latar belakangnya. Kalau boleh menggeneralisir, semua orang yang menikah pasti berpikir untuk bercerai kan? Hal itu memang lumrah dan suatu hal yang wajar. Ketika dua orang dewasa bersatu dan memutuskan hidup bersama, pasti memerlukan penyesuaian-penyesuaian yang luar biasa.

Kedua orang yang memutuskan untuk hidup bersama itu tentu saja punya kehendak masing-masing, juga punya ego masing-masing. Apalagi mereka juga punya impian masing-masing yang tidak jarang keduanya berlawanan. Ketika situasinya serba sulit, komunikasi akhirnya tidak berjalan lancar dan pengertian diantara keduanya menjadi terbatas, wacana perceraian bisa jadi muncul sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan masalah. Seolah dengan perceraian itu segala masalah yang kita hadapi akan sirna kemudian.

Agak kaget juga ketika membaca sebuah cerita yang ditulis Fahd sendiri bahwa wacana perceraian datang di bulan-bulan pertama pernikahan mereka. Kemudian bahkan menguat di tahun pertama. Menghebat di lima tahun berikutnya. Seorang Fahd yang selama ini saya nilai sebagai bucin ternyata pernah memiliki problem dalam rumah tangganya bahkan sampai ada wacana untuk bercerai di usia pernikahan yang masih seumuran jagung.

Namun, buku ini tidak hanya mengisahkan kisah-kisah pesimistis seperi itu. Di dalamnya bahkan terdapat banyak pengalaman pribadi Fahd ketika menghadapi istri, keluarga dan dirinya sendiri ketika beragam persoalan muncul. Lalu muncullah satu pelajaran di dalam kepala bahwa untuk mencapai satu titik perceraian itu kita harus berani menengok kembali apa yang sebenarnya terjadi di belakang. Kemudian mengakrabinya secara perlahan hingga kemudian kita jadikan bahan untuk merenung, berpikir, membebaskan hal-hal buruk yang menjadi rantai besi bagi ego masing-masing.

Meskipun sedikit membosankan, namun bukan berarti buku ini tidak mengapa untuk dilewatkan. Karena saya pun belajar banyak dari kisah-kisah Fahd.

 

Cerita Sebelum Bercerai oleh Fahd Pahdepie

Penerbit Republika Jakarta, 2020, 241 halaman  

3/5