Menjadi seorang pemimpin sesungguhnya harus memiliki bekal etika moral. Etika moral yang dibangun di dalam diri sebelum membangun orang lain. Kalau begini terus negeri ini, bagaimana anak muda bisa bangga dengan sawah mereka? Pikir Koplak.

Persawahan di Jati Luwih sudah dinyatakan sebagai salah satu world heritage kekayaan alam, khususnya di bidang pengaturan dan perawatan sistem pengairan tradisional Bali, yang dikenal dengan sebutan subak pada 26 Juli 2012. Hal itu diraih setelah melalui proses panjang pengajuan dan pengusulan pada UNESCO pada 2003. Area yang diakui sebagai world heritage ini meliputi 14 subak yang menaungi 11 desa, luas hamparan sawah sebesar 2.372 ha, taman seluas 3.545 ha, hutan seluas 9.316 ha, rumah sebanyak 317 unit dan semak liar seluas 475 ha. Apa kita masih bangga jika kekurangan beras? Apa kita masih bangga disebut orang pelaut dengan impor garam? Apakah kita ini kaya, atau lebay?

 

koplak oleh Oka Rusmini

pict from goodreads.com

 

I Putu Koplak alias Koplak adalah lelaki yang memandang beragam persoalan hidup dengan cara karikatural. Apa pun yang terjadi bagi Koplak adalah lelucon. Koplak adalah seorang kepala desa-di Bali biasa disebut juga perbekel- di Desa Sawut. Ia seorang petani, hidup dari hasil-hasil pertanian di sebuah desa yang tenang dengan warga yang saling cinta.

Sebagai kepala desa, Koplak tak diciptakan sebagaimana tokoh yang angkuh dan mudah menyelesaikan persoalan dengan alat-alat kekuasaannya. Koplak diciptakan sebagai manusia yang punya rasa cinta khas dari desa yang kadang konyol, tetapi tidak mudah dipahami.

Maka jangan heran, saat membaca serial “Koplak”, kita berpikir Koplak adalah penguasa yang cengeng, gampang menangis dan terkesan lemah jika berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang keluarga, hubungan antarwarga, dan hubungan kemanusiaan antarpejabat rakyatnya.

Koplak selalu membuat suasana menjadi jenaka di tengah hidup yang getir. Selalu ada yang getir di tengah potret masyarakat yang penuh lelucon.

Oka Rusmini menyuguhkan reportase dalam bentuk novel, dengan mengangkat isu-isu yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia menjadi cerita yang berkesan. Melihat sudut pandang seorang kepala desa, seorang rakyat biasa yang hidup dari perekonomian pedesaan sebagai petani yang tak pernah kekurangan pangan. Koplak gelisah dengan instruksi Pemerintah yang menjadi atasannya itu untuk terus menggaungkan tentang ketahanan pangan dari hasil impor beras dan garam.

Koplak memang manusia konvensional (begitulah kata Kemitir, putrinya yang sudah sukses merintis bisnis warung kopi atau café di tengah kota Denpasar), namun Koplak tahu bagaimana membahagiakan warganya, menolong warga yang sedang kesusahan dan juga bagaimana ia harus memposisikan diri sebagai ayah sekaligus Ibu untuk anak semata wayangnya.

Koplak adalah contoh teladan pemimpin yang mencintai rakyatnya dengan tulus, contoh pemimpin yang bekerja dengan hati, tidak dengan citra yang ingin dibangun di mata masyarakatnya. Oka Rusmini menghadirkan sosok pemimpin ideal, meskipun jauh dari fisik yang rupawan namun hatinya selembut salju.

Kekurangan dari Koplak oleh Oka Rusmini ini mungkin pembaca akan sedikit bosan dengan suguhan aktivitas Koplak sehari-hari karena konflik cerita hampir-hampir tidak muncul. Setiap bab memuat permasalahan yang berbeda-beda dikaitkan dengan isu-isu sosial dan ekonomi yang terjadi di Indonesia.

Namun, saya menjadi banyak tahu tentang world heritage di Jati Luwih dan bagaimana sudut pandang para petani terhadap berbagai persoalan yang mendera negara kita, termasuk slogan ketahanan pangan yang mengharuskan impor beras dan garam. Negeriku, semoga kau baik-baik saja.

 

Koplak oleh Oka Rusmini

Cetakan Pertama, April 2019, Penerbit Grasindo, 186 halaman

3/5

Baca juga review buku lainnya di sini ya!