Kopi Terakhir

Ted mengundangku untuk mampir ke kedai kopinya yang baru dibuka siang ini. Maka disinilah aku, jalan kaki menuju kedai kopi Ted yang berjarak sekitar sepuluh menit saja dari kampus.

kopi terakhir

unsplash.com/@alejandroalas7536

“Hey Ted!” Seruku begitu aku memasuki kedai dan melihat Ted sedang sibuk ikut melayani pelanggannya. Ted menoleh dan tersenyum lebar, kemudian membungkuk mohon izin undur diri pada pelanggan yang tengah dilayaninya. Kemudian dia melambaikan tangannya padaku dan memberi isyarat agar aku mengikutinya.

“Kau datang! Aku senang sekali kau menyempatkan mampir. Ayo duduk sini.” Ujarnya setelah memelukku hangat. Aku tersenyum dan mengikuti langkahnya untuk duduk di tempat yang telah ia siapkan.

“Selamat ya! Aku ikut senang, aku bakal sering mampir. Enak juga ngerjain tugas disini sepertinya.” Kataku sambil meminta menu pada salah satu pelayan Ted.

“Ah, iya syukurlah. Sering-seringlah mampir kesini. Kau mau minum apa? Es kopi? Kopi susu? Atau?” Ted menunjukkan gambar satu gelas kopi dalam gelas 10 oz yang tampak segar sekali dan langsung membuatku jatuh hati.

“Iya nih kayaknya es kopi seger yah. Aku mau es kopi deh.” Ucapku

“Siap. Sebentar aku pesankan, kau disini saja. Aku segera kembali.”

Tak lama kemudian Ted kembali, dan kami berbincang cukup lama sebelum pesanan kami datang diantar oleh salah satu pegawai Ted.

“Terima kasih,” kataku. Lelaki yang melayani kami itu mengangguk dan tersenyum padaku sesaat,

“tunggu, Candra?” tidak salah lagi, aku mengenal lelaki ini. Mengenal dengan baik, sangat baik.

“Hanna! Hei, halo, apa kabar?” Candra menyalamiku. Ia terlihat kikuk berada diantara aku dan Ted. Aku menyadarinya,

“Ted, aku kenal Candra, begitu juga sebaliknya. Wah dunia sempit ya! Ternyata kalian berdua juga saling mengenal.” Aku mencoba menjelaskan pada Ted yang menatapku penuh selidik.

“Ohya? Wah kebetulan sekali. Candra ini temenku juga dan kebetulan kita lagi kerja bareng di kedai kopiku ini.” Ted menatapku dan Candra bergantian.

Sekilas kulihat Candra yang kikuk membetulkan apron dan kerah bajunya. Ingin rasanya aku mengajaknya berbincang lebih lama.

“Silakan diminum, aku masih ada kerjaan. Nanti aku gabung ya.” Candra tersenyum dan minta undur diri. Candra, mantanku semasa sekolah itu, kenapa jadi berbeda ya? Dia tampak lebih umm.. charming.

Kusesap kopi yang sudah dihadirkan Candra di hadapanku, Ted mendahuluinya, meneguknya hingga tersisa sepertiga gelas, kelihatannya segar sekali.

Dua teguk kopi yang kuminum mendadak membuatku lemas, pusing, dada serasa terbakar diikuti dengan paru-paruku yang sangat sesak. Ted berbicara padaku, tapi aku tak mampu mendengarnya. Yang kulihat hanya bibirnya yang bergerak-gerak dan memegang lenganku. Lalu tiba-tiba semuanya gelap. Tidak, aku tidak ingin mati sekarang. Aku diracuni!

Sianida telah mengalir dan memblokade jalan oksigen pada sel-sel tubuh Hanna dengan cepat. Lalu saat itu juga ia ambruk.

Kopi Terakhir, 9 September 2019