#BPNRamadan2020 

Setelah kita tahu mortality rate yang sedemikian besarnya itu, maka sudah saatnya mencari solusi atas apa yang tengah terjadi. Sudah bukan saatnya pula kita membicarakan hal-hal yang tidak ada manfaatnya, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Apalagi di tengah pandemi seperti ini.

Sudah hari ke-30 sekian saya sekeluarga alhamdulillah tetap berada di rumah saja, kecuali sang suami yang memang bertugas di Rumah Sakit. Apalagi sudah dua minggu Rumah Sakitnya ditunjuk sebagai Rumah Sakit rujukan untuk pasien positif Covid-19. Sehingga saya dan keluarga pun menerapkan protokol kesehatan yang sudah disosialisasikan Pemerintah sejak pemberlakuan Social and Physical Distancing di Indonesia untuk mencegah penularan virus tersebut.

1. Jaga Daya Tahan Tubuh

Kami sekeluarga hampir setiap hari selalu menjaga daya tahan tubuh dengan makan teratur, minum perasan air jeruk nipis dicampur dengan air tanpa gula di pagi hari, mengonsumsi sayur setiap hari, serta olahraga ringan di dalam rumah.

Khusus untuk suami yang menjadi garda terdepan, ia dibekali dengan susu dan multivitamin yang diberikan Gratis oleh Rumah Sakit. Sehingga Allah masih mengizinkan kami dalam kondisi sehat. Kekhawatiran itu tentu saja ada, namun jika dibarengi dengan usaha untuk terus menjaga daya tahan tubuh, insya Allah kekhawatiran itu tidak akan mengganggu sistem imun yang juga dipengaruhi oleh respon amygdala dalam otak kita.

2. Memakai Masker Setiap Kali Keluar Rumah

Ketika keluar rumah, baik itu ke pasar kaget yang selalu diadakan di dekat rumah setiap paginya, maupun belanja bulanan untuk membeli pampers, susu, serta bahan-bahan logistik lainnya, saya dan keluarga selalu membiasakan untuk memakai masker kain non-medis. Sejak 16 Maret, saya sudah memiliki lima buah masker untuk dipakai bergantian dari hari ke hari. Sehingga ketika masker yang satu sedang dijemur setelah dicuci, masih ada masker cadangan yang bisa saya pakai.

Begitu juga dengan keluarga saya. Bahkan saat ini masing-masing punya warna masker berbeda. Ada yang hitam, jingga, biru, hingga ungu. Semuanya akan praktis mencari maskernya sendiri-sendiri ketika terpaksa harus keluar rumah.

3. Keluar Rumah Hanya Untuk Keperluan Mendesak

Kami memberlakukan ini untuk seluruh anggota keluarga. Jika tidak ada kepentingan yang sangat mendesak, maka tidak perlu keluar rumah. Awalnya memang sangat sulit untuk dilakukan, namun lama-lama kami sudah terbiasa dengan rutinitas yang bisa dibilang sangat membosankan. Namun saya selalu mencari kesibukan untuk releasing stress karena sudah sebulan lebih tidak keluar rumah. Salah satunya dengan banyak membaca, mengumpulkan ide untuk tulisan, serta mencoba berbagai resep masakan yang belum sempat saya coba ketika dulu masih harus pergi ke kantor setiap hari.

photo from unsplash.com/@cbarbalis

4. Menjaga Jarak Ketika Harus Bertemu dengan Banyak Orang

Ketika berbelanja, tentu saja mau tidak mau kita akan bertemu dengan banyak orang dalam satu tempat.  Namun kita bisa meminimalisir penularan virus dengan menekan kemungkinan untuk berdekatan atau bahkan bersentuhan dengan orang lain. Namun bukan berarti kita akan berlaku seperti paranoid. Kalaupun harus terpaksa menyentuh seseorang, maka sebelum masuk rumah atau berinteraksi dengan orang lain lagi kita harus sudah mencuci tangan dengan sabun atau mensterilkan dengan hand sanitizer. Kesadaran ini akan menjadi kebiasaan yang mudah untuk dilakukan kalau kita selalu mencoba untuk terbiasa.

5. Bersih Diri Sebelum Menyapa Keluarga

Suami saya selalu mandi sekaligus mencuci pakaiannya sebelum bertemu dengan saya dan anak semata wayangnya. Mulai dari baju, celana, masker, kaos kaki hingga sepatunya ia bersihkan sendiri sepulang dari Rumah Sakit. Membutuhkan lebih banyak waktu memang, tapi ini semua dilakukan agar keluarganya terhindar dari hal-hal yang berbahaya lantaran virus yang sedang viral ini. Awalnya memang berat, namun selama satu bulan ini kami pun telah terbiasa melakukannya. Pun dengan saya ketika pulang dari siaran di radio atau belanja mingguan, saya pun menahan diri untuk tidak langsung berinteraksi dengan anggota keluarga sebelum benar-benar bersih.

6. Saring Informasi Yang Masuk, Jangan Pedulikan Cemoohan Orang

Banyak yang mengatakan bahwa kebiasaan saya ini berlebihan, atau bisa dibilang terlalu paranoid. Namun saya hanya tersenyum seraya mendoakan agar keluarganya baik-baik saja. Karena tindakan keselamatan ini tidak merugikan saya kok. Tidak juga merugikan orang lain. Karena saya sadar, keluarga kami adalah salah satu diantara sekian ribu orang yang beresiko terpapar langsung oleh virus ini. Maka saya berhak melindungi diri dan keluarga dari virus dengan menerapkan protokoler kesehatan yang dianjurkan oleh paramedis. Saya tidak ingin suatu saat menyesal karena menganggap situasi ini remeh, atau bahkan sebuah konspirasi yang didengung-dengungkan oleh seorang yang mengaku intelektual namun bersifat diabolis. Ia pintar, mengakui kebenaran, namun tak mau tunduk, taat, atau patuh.

Oleh karena itu saya sangat membatasi informasi yang masuk dalam otak saya. Informasi yang benar-benar ilmiah dan sudah terbukti atau hanya teori belaka.

7. Doa

Setelah berikhtiar maksimal, jangan lupa langitkan doa. Karena itulah senjata kita yang utama. Berdoa juga salah satu kegiatan untuk memelihara jiwa kita agar tetap sehat dan bahagia. Karena dengan berdoa, kita masih punya harapan untuk terus dipanjatkan. Harapan itulah yang membawa kita pada kelegaan, hingga perasaan untuk selalu bersyukur yang menyelipkan rasa tenang dan bahagia.

Malang, 23 April 2020