Verba volant scripta manent
Spoken words fly away, written words remain
Segala yang terucap akan sirna, yang tertulis akan abadi
Setiap akademisi, aktivis bahkan ibu rumah tangga sekalipun menyadari bahwa kekuatan pena akan “berbicara” lebih tajam dibanding bahasa lisan. Segala yang terucap oleh bibir akan menguap dan lenyap bersama dengan udara yang berhembus. Sedangkan segala yang tertulis akan tetap ada, mengkristal bersama masa.
Kesadaran itulah yang membuat saya ingin abadi juga seperti tulisan. Meski raga tak lagi ada di dunia, setidaknya tulisan saya tetap terbaca. Oleh anak, cucu, cicit, hingga orang yang tidak saya kenal sekalipun. Firman Tuhan saya tersurat dalam Al-Quran, membuatnya abadi dan terbaca hingga ribuan tahun lamanya. Sunnah Nabi saya, Muhammad Shallalllahu ‘alaihi wa sallam termaktub dalam kumpulan hadis yang dihimpun oleh para sahabat, diteruskan oleh Salafus Shalih dan ditulis oleh para ulama. Kedua tuntunan itu abadi hingga kini.
Tulisan-tulisan Soekarno, Pramoedya Ananta Toer, Tan Malaka, hingga Buya Hamka melesat melalui kerasnya tembok penjara. Maka tak berlebihan jika saya jatuh cinta pada menulis.
Berkenalan dengan Verba Volant Scripta Manent
Pertengahan tahun 2019 saya mulai mengenal komunitas ODOP (One Day One Post). Berawal dari kabar seorang teman yang sudah terlebih dahulu menjadi anggota resmi komunitas ODOP, mbak Silvana Devinta yang memberi tahu saya perihal komunitas ini. Sebelumnya, kami tergabung dalam komunitas baca yang sama. Karena saya baru aktif lagi menulis di tahun 2018, maka saya pun langsung meng-iyakan tawarannya. Sebagai penjajakan, saya mengikuti RWC (Ramadan Writing Challenge) terlebih dahulu sambil menunggu pengumuman pembukaan member baru ODOP. Bagaimana rasanya? Seru!
Setiap harinya saya selalu bersemangat memenuhi tantangan dari hari ke hari yang ditulis di instagram. Sampai-sampai saya selalu menyiapkan gambaran tangan sendiri untuk setiap tema yang diberikan. Hingga akhir Challenge, saya pun tak menyangka bisa menjadi salah satu peserta terbaik di sana. Yah, sekali lagi, usaha tidak akan menghianati hasil. Orang melihat ketika saya mendapatkan penghargaan itu, namun tentu saja tidak tahu bagaimana saya mengusahakannya. Baru di sini curhatan itu akhirnya terungkap, hehehe…
Oke, sepertinya tulisan ini akan panjang.
Konstantinopel
Setelah saya berhasil masuk open recruitment ODOP, petualangan tidak berhenti di situ. Saya masuk ke dalam kelas yang diberi nama Konstantinopel, dan di sanalah kami “dipaksa” untuk menulis selama (entah saya lupa berapa lama, wkwkw) kira-kira 30 hingga 40 hari berturut-turut. Mulai mendapatkan materi di grup inti untuk kemudian dipraktekkan dalam tulisan masing-masing. Mulai dari membuat cerpen, cerbung, resensi, puisi, reportase, hingga curhatan macam tulisan ini.
Setiap hari kami harus setor link tulisan. Saling blogwalking, saling memberikan saran. Hingga waktu yang terbatas itu membuat kami seperti satu keluarga yang tak terpisah meski tak sedarah. Setiap hari pula saya selalu mulai membiasakan ritme yang diinginkan ODOP. Seperti namanya, One Day One Post. Mengusahakan agar tidak ada hari yang terlewat tanpa menulis meski hanya dua ratus kata (ini pendek banget kalau ditulis di blog haha).
Karena keharusan itulah saya mengubah jam produktif saya. Sehingga setiap malam harus menahan kantuk barang satu atau dua jam untuk menyelesaikan tulisan. Berkejar-kejaran setor link agar menjadi yang pertama ternyata seru juga, hehehe…
Bayangkan kalau itu semua sudah jadi kebiasaan?
Melatih Konsistensi, GRATIS
Semuanya GRATIS. Ya, dan baru kali ini saya mengikuti komunitas menulis secara GRATIS. Tanpa mengharap imbalan apapun. Inilah yang membuat saya seperti “berhutang budi” pada ODOP. Komunitas inilah yang memberikan saya banyak ilmu, pengalaman dan pengamalan. Belajar banyak dan banyak belajar. Mencari sahabat yang baik dan membawa kita pada kebaikan itu susahnya minta ampun. Jadi kalau sudah dapat yang seperti ini, jangan sampai dilepas deh, asli.
Sungguh. Beberapa komunitas menulis lain tidak pernah saya jalani seantusias ini. Padahal gratis. Biasanya kan, orang cenderung lebih bersemangat ketika ia telah mengorbankan sesuatu (entah itu uang atau jasa). ODOP memberikan kebebasan, mau nulis, mau engga, terserah kamu. Hanya saja, kalau ingin menjadi anggotanya, ya rangkaian tantangan menulis setiap hari dalam satu periode itulah yang harus dilalui. Selanjutnya? Terserah anda…
Perjalanan bersama ODOP
Saya memang masih anak bawang bangeeeettttt di komunitas ini. Namun manfaat yang saya rasakan begitu banyaaaaaaaak (sampai ada banyak huruf a di sini) hingga seolah saya sudah lama sekali berada dalam komunitas ini. Agak menyesal, kenapa baru tahun lalu saya mengenal ODOP. Kenapa ngga dari dulu-dulu saat Bang Syaiha merintisnya lima tahun lalu, hehehe..
Perjalanan bersama ODOP sangat mengubah habit saya yang semula adalah kaum rebahan dan gegoleran menjadi kaum yang anti membuang-buang waktu untuk itu. Akhirnya saya sadar ada begitu banyak waktu yang terbuang sia-sia di belakang. Ada begitu banyak karya yang akhirnya tidak terbaca dan menjadi koleksi pribadi hingga layak dimuseumkan. Waktu yang terbuang itu ingin saya tebus. Bertemu dengan ODOP adalah salah satu wasilahnya.
ONB (ODOP Nulis Buku)
Setelah menjadi anggota resmi ada banyak sekali kegiatan yang bisa kita ikuti untuk menjaga konsistensi dalam menulis. Contohnya yang satu ini, ODOP Nulis Buku. Sebuah proyek menulis buku bersama-sama dalam jangka waktu yang ditentukan. Inilah yang awalnya menjadi tujuan utama saya ketika bergabung dengan ODOP. Menulis buku. Senang sekali ketika program ini launching dan saya bisa masuk ke dalamnya.
Maka di sinilah buku solo kedua akhirnya selesai saya tulis. Setelah buku solo pertama Narasi Gurunda juga lahir dari konsistensi menulis ketika oprec ODOP Batch 7. ONB membantu saya menyelesaikan naskah sesuai target. Coba, dimana lagi ada komunitas semacam ini gratisan?
ODOP Tembus Media
Beberapa waktu sebelumnya saya banyak menulis untuk salah satu media elektronik besar di Indonesia. Saya mengikuti workshopnya sekira tahun 2018 di Surabaya. Workshopnya terbatas hanya untuk 25 orang dan gratis. Lalu mengikuti workshop yang sama secara berbayar lewat salah satu komunitas menulis yang saya ikuti pada tahun 2018.
Ada belasan artikel saya yang sudah dimuat di sana dan memang menghasilkan rupiah beberapa. Namun nampaknya saya masih buta dengan wadah media lain. Seperti koran atau majalah. Hingga ketika ODOP membuka program ini, betapa senangnya saya. Apalagi GRATIS.
Maka dalam wadah OTM inilah saya mulai berani menjajaki media massa. ODOP hanya memberikan jalan memang, namun bagi saya jalan itulah yang sangat berarti. Beberapa naskah receh saya dimuat di koran dan majalah, sebenarnya OTM lah pembuka jalannya.
Reading Challenge ODOP (RCO)
Salah satu hobi saya tersalurkan lagi lewat ODOP dengan programnya, RCO. Tantangan musiman yang disediakan ODOP ini bikin saya ketagihan. Selain karena banyak teman membaca, challengenya juga lucu-lucu. Bagi saya yang punya jiwa petualang, sayang rasanya melewatkan tantangan membaca seperti ini. Apalagi setelah mendapat hadiah dari PJ musim lalu, rasanya saya ngga akan absen dari tantangan satu ini, hehehe..
Squad Blogger ODOP
Squad Blogger ODOP adalah salah satu program yang terakhir kali saya ikuti mendekati deadline penerimaan anggota. Saya berpikir cukup lama karena sebelumnya sudah mengikuti banyak cabang lain seperti ONB, OTM, dan RCO. Ya ampun, maruk banget yak T_T
Saya mulai ngeblog sejak SMA. Itu artinya sekitar tahun 2004 atau 2005. Tapi isinya ya begitu lah ya, khas abege yang curhat ngga jelas dan unfaedah. Mulai nulis di tumblr hingga punya domain sendiri. Baru agak serius ketika menekuni salah satu blog di WordPress, lalu memutuskan untuk punya domain sendiri pada Januari 2019. Beberapa bulan sebelum tergabung dengan ODOP.
Awalnya untuk memotivasi diri sendiri agar blog selalu hidup. Namun ternyata tidak berjalan cukup lancar hingga saya bertemu dengan ODOP. Duh, lagi-lagi ODOP nih yang bikin saya rajin nulis. Mulai dari DA nol (0) nol kosong dan rank Alexa yang tak terdeteksi (sumpah jangan diketawain) sampai DA saya naik 6 angka dalam waktu kurang dari satu tahun. Apalagi setelah NGODOP, rank Alexa naik drastis sampai saya tak bisa berkata-kata.
Mengenal banyak blogger kece dan profesional di sini adalah satu hal yang sangat saya syukuri. Saya jadi ngga buta-buta amat gitu lho soal blog, hehehe…
5 TAHUN, VERBA VOLANT SCRIPTA MANENT
Usia ODOP kini lima tahun sudah. Bukan waktu yang sebentar untuk ukuran komunitas yang mengatur anggotanya dari seluruh Indonesia agar konsisten menulis. Perjalanannya panjang, melahirkan banyak penulis-penulis terdidik dan berkualitas. Meskipun banyak komunitas yang lebih besar di luar sana, saya tetap bangga menjadi anggota komunitas ini. Nampaknya saya tidak perlu menambah lagi jumlah grup whatsapp yang berkaitan dengan kepenulisan.
Lewat ODOP saya bertemu dengan banyak sekali orang-orang hebat. Lewat ODOP saya berkenalan dengan banyak penulis di Indonesia, yang punya satu frekuensi dengan saya.
ODOP ibarat paket komplit yang ditawarkan oleh restoran. Ada berbagai menu sesuai kesukaan kita masing-masing di sini. Apalagi para relawan di dalamnya benar-benar totalitas. Totalitas dalam memberikan perhatian dan sumbangsih energi serta waktunya untuk menjalankan komunitas yang luar biasa. Komunitas yang tak hentinya menghasilkan karya-karya untuk literasi Indonesia.
ODOP saya gambarkan seperti filosofi pohon pisang. Pohon pisang tak akan mati sebelum semua organ-organnya dimanfaatkan oleh manusia. Mulai dari daun, bunga, batang, hingga buahnya. Begitu pun ODOP, ia tak akan pernah mati hingga orang-orang mendapatkan banyak manfaat darinya. Selagi orang-orang masih mengambil manfaat darinya, hidupnya terus berlanjut. Meninggalkan hikmah dalam cerita, mengukir sejarah dalam karya.
Tulisan ini bukan untuk mengiklankan ODOP, namun sebagai pengingat bahwa saya bertumbuh dan akan besar bersama ODOP. Sebagai kenangan untuk anak keturunan saya bahwa dulu pernah ada nenek moyangnya yang mencintai tulisan dan lebih tergila-gila lagi dengan menulis ketika bertemu dengan ODOP. Sebagai wasiat untuk ahli waris agar meneruskan perjuangan dan dakwah bagaimana dan dimanapun bentuknya. Sebagai nasihat untuk diri sendiri agar selalu berkarya agar tak sirna.
Selamat Ulang Tahun ODOP!
Seperti sloganmu, Verba Volant Scripta Manent. Segala yang terucap akan sirna, yang tertulis akan abadi. Begitupun dirimu, akan abadi bersama tulisan-tulisan kami.
Malang, 7 Juni 2020, 23.00 WIB
Baca pengalaman saya yang lain bersama ODOP di sini :
Menjadi Sang Penakluk bersama Konstantinopel
Aku aku terharu. Sukses selalu ya Mbak.
Aamiin. Sukses selalu untuk seluruh keluarga besar ODOP ❤️
Teria kasih untuk tulisan yang berkesan, kakak
Terimakasih kembali KaSaki 😊❤️
waaahh… baru tahu aku mbak , hehe maafkan jarang buka group besar ODOP huhuu.. semoga ODOP sukses selalu, memang bener-bener keren, beruntung sekali menjadi bagiannya, meski msh ecek-ecekan 🙁
[…] Tidak pernah terpikirkan juga untuk kirim karya receh ke koran. Hingga akhirnya setelah saya bergabung ke dalam salah satu program ODOP di OTM (ODOP Tembus Media), jalan kesana sedikit terbuka. Bagi teman-teman yang belum tahu apa itu ODOP, bisa dibaca di sini ya : Verba Volant Scripta Manent […]
Sukses selalu mb Ji.. Ah, gara-gara baca ini jadi ngeliatin pohon pisang yang akrab dan disuka hampir semua orang..ehmm
Menarik sekali. Semoga sy bisa mengikuti jejak Mba Jihan untuk ODOP
[…] Unik kali ini ditulis oleh Kak Ciani, teman ngeblog saya di komunitas ODOP. Apa ya kira-kira […]
[…] #ONEDAYONEPOST #RWCDay22 […]
[…] bloger bisa banget lho ikutan membaca buku ini. Keuntungan penjualan didonasikan untuk kegiatan ODOP. Jajan buku sambil donasi, […]
[…] tahu, apa itu Squad Blogger ODOP dan bagaimana pertemuan saya dengan mereka, bisa baca-baca sedikit di sini […]
Hai Kak, berkat pertanyaan di first class tadi bersama Mas Heru. Akhirnya baca tulisan ini, jadi lebih termotivasi untuk konsisten nulis 🙂