Suatu ketika saya merasakan migrain yang teramat sangat. Setelah diberi obat, sakit itu hilang. Namun seringkali migrain itu kembali lagi dari hari ke hari. Oleh karena itu saya memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter langganan keluarga kami. Sebelum memeriksa beliau hanya berpesan, “Kurang-kurangin stresnya. Jangan dibuat mikir terus. Kadang stres itu juga sebagai pemicu migrain dan asam lambung yang naik.” Bukannya diberi obat, dokter hanya menyarankan saya untuk lebih santai dan rileks. Jangan banyak baca hal-hal aneh di internet soal sakit kepala atau apapun itu. Nanti kejadian beneran. Saran beliau waktu itu.
Saya pun bertanya-tanya, apakah gerangan hubungan stres dan sakit yang kita derita?
Mengonsumsi Obat Anti Depresan
Cerita lain yaitu dari seorang saudara kandung saya, sebut saja si A. Suatu ketika dia merasakan sakit di bagian dada. Seperti gejala sakit jantung pada umumnya. Tiba-tiba nyeri dan itu sangat mengganggu pekerjaannya. Hal itu berlangsung berkali-kali dalam jangka waktu yang lama. Ditambah ia tak pernah bisa tidur nyenyak di malam hari. Badannya jadi kurus, lingkaran hitam di sekitar matanya semakin lebar, serta kelopak matanya cekung.
Setelah memeriksa jantung dengan EKG dan beberapa terapi lain, jantungnya dinyatakan sehat. Tidak terjadi apapun pada organ vital tersebut. Entah darimana idenya berasal, dia memeriksakan diri ke psikiater. Oleh psikiater diberikan obat pereda nyeri dan anti depresan agar ia bisa tidur cukup. Efeknya ia harus kembali ke psikiater paling tidak tiga bulan sekali untuk mendapatkan resep obat itu.
Saya menasihatinya untuk mengurangi dosis obat yang diberikan dokter. Ia pun menyetujui, karena dokter pun berpesan bahwa obat itu tidak baik digunakan dalam jangka waktu yang lama. Dirinya sendirilah yang harus berjuang untuk menuntaskan apa yang sebenarnya mengganggu kerja organ vitalnya itu, yang tidak lain disebabkan oleh kekuatan pikirannya sendiri.
Ternyata ada hubungan antara perasaan dan kerja tubuh kita. Hingga pada akhirnya berangsur-angsur ia pulih dalam waktu satu tahun. Sejak berhasil menempati rumahnya sendiri, tidak terdengar kabar lagi ia menyuruh saya untuk menebus obat di satu-satunya apotek yang menyediakan obat racikan psikiater tersebut. Alhamdulillah sudah bertahun-tahun ia tak lagi mengeluhkan dadanya yang sakit atau tidak bisa tidur. Entah apa yang menjadi kegelisahan dirinya saat itu.
Namun tentu saja hal tersebut tidak begitu saja terjadi. Karena menurut Wulida Azmiyya, S.PSi, M.Psi Psikolog, seorang psikolog klinis di rumah sakit menyebutkan bahwa : menyoal putus dengan obat anti depresan tentu saja tidak semudah itu, setiap kasus pasti berbeda perlakuannya. Jadi contoh kasus di atas tidak bisa dijadikan patokan untuk orang lain atau pembaca juga. Pada beberapa kasus, pengobatan oleh psikiater tidak bisa berhenti di situ saja, namun ada kalanya harus dirujuk juga ke psikolog karena butuh tindakan lain agar pasien pulih. Jadi, biasanya psikiater akan merujuk ke psikolog klinis untuk dilakukan psikoterapi (sesuai dengan kondisi pasien). Jadi tidak hanya mendapatkan obat-obatan saja (psikofarmaka) tapi juga psikoterapi.
Psikoterapi adalah suatu intervensi interpersonal dan relasional yang digunakan oleh psikoterapis untuk membantu pasien atau klien dalam menghadapi problem kehidupannya. Biasanya hal ini meliputi peningkatan perasaan sejahtera individual dan mengurangi pengalaman subjektif yang tidak nyaman. Psikoterapis memakai suatu batasan teknik-teknik yang berdasarkan pengalamannya membangun hubungan, perubahan dialog, komunikasi dan perilaku serta dirancang untuk memperbaiki kesehatan mental pasien atau klien. Atau untuk memperbaiki hubungan kelompok (misalnya dengan keluarga).
Jadi, obat-obatan memang tidak serta merta bisa langsung dihentikan. Karena semuanya tergantung perkembangan pasien, begitu juga dengan psikoterapi. Jika sudah lebih baik ada masanya untuk tempring off (Sehari minum, sehari tidak) sampai tidak minum sama sekali. Tentu saja didukung dengan naiknya kemampuan diri setelah psikoterapi.
Hubungan Kausal antara Perasaan dan Tubuh
Teori hubungan antara perasaan dan tubuh ini saya dapatkan dari buku Loving The Wounded Soul karya Regis Machdy, seorang ahli psikologi lulusan program Master of Global Mental Health dari salah satu universitas di Inggris. Ia menyebutkan bahwa Louise Hay, seorang terapi holistik dalam bukunya yang berjudul You Can Heal Your Life menjelaskan bahwa ada hubungan antara setiap ketidaknyamanan di fisik dan ketidaknyamanan emosi.
Hal ini memang belum terbukti secara ilmiah karena ia menuliskan hubungan itu berdasarkan pengamatannya menghadap ribuan kliennya. Namun bagi saya dan saudara saya sendiri yang pernah mengalami hal tersebut, opini Louise Hay bisa saja benar.
Louise Hay memaparkan beberapa contoh hubungan permasalahan fisik dengan permasalahan psikologi.
Telinga
Louise Hay mengamati klien-kliennya yang memiliki kasus ekstrem, misalnya orang tua yang tuli seringkali memiliki pasangan yang sangat cerewet. Menurutnya, orang tersebut jenuh dan lelah mendengarkan pasangannya yang sangat banyak bicara. Entah itu komplain, kritik atau tuntutan. Telinga adalah representasi kemampuan mendengar. Ketika seseorang mengalami gangguan di telinga seperti berdengung atau tinnitus, penyebab psikologinya adalah ada sesuatu yang tidak ingin ia dengar.
Leher
Leher adalah penyangga kepala yang memungkinkannya bergerak ke kanan dan ke kiri. Leher melambangkan kemampuan manusia untuk fleksibel dalam berpikir untuk melihat sisi lain dan perspektif orang lain.
Jika ada permasalahan dengan leher, biasanya orang tersebut keras kepala dan kurang bisa melihat perspektif orang lain. Orang yang mengalami kaku di leher biasanya selalu memaksakan kehendak. Hubungan antara perasaan dan tubuh ini sebenarnya cukup masuk akal ketika kita mampu menemukan benang merahnya.
Tenggorokan
Tenggorokan dan segala bagiannya adalah saluran penting yang membantu kita untuk bersuara dan menjadi simbol speak up dalam kehidupan. Permasalahan di tenggorokan menunjukkan bahwa kita punya hak berbicara dan hidup dengan cara kita sendiri.
Orang yang mengalami masalah tenggorokan seperti radang, biasanya memiliki banyak hal yang ingin disampaikan ke orang di sekitarnya, entah itu marah, kecewa, atau ingin bebas menunjukkan siapa sejatinya dirinya tetapi tidak bisa karena berbagai halangan. Akhirnya ia pun memendamnya sendiri.
Jantung
Jantung yang sering diasosiasikan dengan cinta adalah organ pemompa darah yang mengalirkan seluruh nutrisi ke tubuh. Louise Hay memandang jantung sebagai organ yang memompa kebahagiaan ke seluruh tubuh. Tanpa jantung kita tidak akan bisa hidup dengan bahagia.
Ketika merasa tidak bahagia dan penuh duka serta derita, kita menumpuk penyakit di jantung. Orang-orang yang mengalami serangan jantung bisa jadi adalah orang-orang yang menumpuk emosi negatif dan ketidakbahagiaan dalam dirinya. Mungkin inilah yang terjadi pada saudara saya hingga ia bisa menemukan kebahagiaannya sendiri.
Perut
Perut adalah representasi dari proses pencernaan karena di dalamnya terdapat berbagai organ pencernaan. Louise Hay menjelaskan bahwa ari aspek emosi dan spiritual, ketika ada permasalahan di perut, hal ini bisa mengindikasikan adanya pengalaman hidup yang belum “dicerna” dengan baik. Sebagai contoh, pada usia-usia transisi dari kuliah ke bekerja, banyak orang mengalami gangguan perut karena mereka belum siap mencerna realitas kehidupan orang dewasa. Seperti bayar cicilan, lembur, tekanan bekerja dan lainnya.
Jangan Khawatir!
Regis menuliskan bahwa ia mengingatkan pada kita semua agar tidak langsung khawatir jika memiliki gejala fisik dan mengaitkannya dengan depresi atau gangguan mental lainnya. Kembali pada penelitian di atas bahwa jika kita hanya mengalami satu atau dua gangguan fisik, kemungkinan besar gangguan tersebut memang murni dari fisik. Namun ketika kita mengalami banyak gangguan secara bersamaan selama berbulan-bulan bisa jadi tubuh sedang memberi sinyal bahwa ada sesuatu yang salah pada emosi dan pikiran kita. Tidak mesti depresi atau kecemasan, bisa saja sinyal tersebut menandakan stres berkepanjangan atau ada masalah yang belum kita selesaikan.
Jika terus-menerus mengonsumsi parasetamol untuk sakit kepala, antasida untuk meredakan asam lambung, dan krim antinyeri untuk sendi yang kaku tetapi masalah tak kunjung selesai, itulah saatnya kita harus mencaritahu lebih lanjut. Ingatlah bahwa tubuh kita selalu ingin berbicara pada kita. (Regis Machdy)
Yuk mulai sekarang sayangi tubuh kita dengan tidak menyimpan berbagai emosi negatif dalam tubuh. Sayangi tubuh dan pikiran kita.
Referensi :
KM, F. (2018). Ketika Depresi dan kecemasan menyerang bersamaan. Diakses dari https://pijarpsikologi.org
Kurator :
Wulida Azmiyya El Rifqiya, S.PSi, M.Psi, Psikolog ( Psikolog Klinis di RSU UMM Kota Malang dan RS Universitas Brawijaya)
Baca juga
https://www.andayanirhani.com/2020/07/kunci-keberhasilan-dalam-public-speaking.html
Macam Stress dan Cara Mengatasinya
Siapa yang Lebih Rentan Depresi dan Bunuh Diri?
[…] Baca Selengkapnya […]
Wah, menarik ini. Saya baru memahaminya. Berbicara kepada tubuh adalah hal penting yang ternyata abai. Makanya, kita sendiri bahkan tidak memahami kebutuhan dan kelemahan diri ya. Kesemuanya saling terkait, tak hanya fisik, tapi ternyata psikis juga berpengaruh. thanks for sharing Mbak Jihan. salam kenal, Ghina
Salam kenal mba Ghina. Terimakasih ya sudah mampir Mudah-mudahan bermanfaat 🙏💕
Wah, tulisan ini sangat menginspirasi kita untuk mengelola tubuh dengan perasaan. Bu, minta ulasannya dong tentang begadang… hihihi
wah seneng sekali kalau bermanfaat untuk pembaca. Untuk begadang insyaAllah next yaa jadi catatan sayaa nih
Mungkin mirip dg konsep perasaan bahagia otu bisa menyembuhkan rasa sakit ya mbak?
Semoga terhindar dari stres dan depresi. Coba untuk selalu bersyukur dan tawakal. Biar hidup dipermudah. Hindari sebisa mungkin obat, karena mengandung zat kimia😊
[…] Baca juga : Hubungan Kausal Antara Perasaan dan Tubuh […]
“orang tua yang tuli seringkali memiliki pasangan yang sangat cerewet.”
Ini maksudnya bagaimana mbak? salah satu pasangan (jika mereka adalah orang tua)?
By the way, setelah baca ini tampaknya semua masalah ini saya ada haha tapi yang penting untuk mengurangi gejala-gejala itu, minum air putih secara teratur dan proporsional. Insha Allah sebegai terapi buat tubuh kita juga.
Keren banget sih. Saya akhir” ini juga sakit pencernaan. Padahal makan teratur dan nggak jajan apa”. Eh pas tanya orang tua mereka sehat-sehat aja. Memang rasa sakit atau masalah kemungkinan besar bisa disebabkan oleh pemikiran dari manusia itu sendiri
Bener banget sih ini. Pikiran bisa ngefek banget ke tubuh, hehe. Btw template baru ya Mbak Jihan? Keren banget lho. Kenapa baluran? XD
Sangat inspiratif. Dan saya termasuk yang percaya bahwa sakit pada fisik kita sebenarnya berawal dari psikis. Maka benar sekali semboyan di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Sakit pada fisik terkadang memang sudah berawal dari jiwa dan pikiran kita. Makanya kalau mau sehat harus bahagia, banyak bersyukur dan ikhlas. Begitu katanya.
Aku langsung forward link ini ke suamiku. Dia itu sejak work from home itu sering banget migrain. Migrain kok langganan, tiap minggu pasti ada. Kadang kalo udah gak tahan banget, dia baru minum obat. Lama-lama aku bilang, “Mas, jangan pernah ngarepin kamu efektif bekerja dari rumah SAMA seperti kamu di kantor. Ya gak bakal bisa. Makanya kurangi lah stresnya. Santai dikit, rileks dikit. Kalo kurang memuaskan ya dilanjut besok, jangan dikebut semua hari ini.” Wkwkwk.
Bener kaaaaan, stress itu pangkalnya.
Mesti waspada banget ya jangan sampai stress, dan kalau ada apa2 mesti dibicarakan pada seseorang yg setidaknya bisa dipercaya buat curhat agar stress gak datang ganggu kesehatan
Benar banget nih, kesehatan tubuh memang kita sendiri yang harus mengontrolnya, karna salah satu saja bagian tubuh kita yang bermasalah, misal hatinya lagi kacau, bisa mengakibatkan sakit pada organ yang lain
Baca ini dari awal sampai akhir kok rasanya relate banget sama aku saat mengalami beberapa gangguan tubuh di atas. Waktu masih SMA aku suka nyeri kepala, diobatin juga gak mempan, lama-lama hilang sendiri tapi jadi berubah suka muncul tiba2 nyeri di bagian dada sampai ke dekat tenggorokan selama beberapa menit gitu. Berobat ke dokter disaranin ke dokter mata lha, cabut gigi keropos lha. Karena kemungkinannya syaraf dari anggota tubuh ada hubungannya. Hasilnya dah periksa mata dia baik2 saja, cabut gigi dia juga gak ngaruh. Sampai sekarang masih suka muncul gejalanya tapi gak sesering dulu. Juga setelah aku renungkan, gejala ini muncul saat aku cemas memikirkan sesuatu secara berlebihan sampai stress sendiri. Jadi, aku setuju sama bahasan mbanya. Kondisi fisik kita ada kaitannya sama kondisi perasaan kita. Yang mana obat-obatan kimia pun gak bisa nyembuhin karena tubuh butuhnya bicara sama kita.
.
Btw yg bagian jantung serem sih 🙁 Maaf ya mbak aku komen malah curhat hehehe
Baca ini dari awal sampai akhir kok rasanya relate banget sama aku saat mengalami beberapa gangguan tubuh di atas. Waktu masih SMA aku suka nyeri kepala, diobatin juga gak mempan, lama-lama hilang sendiri tapi jadi berubah suka muncul tiba2 nyeri di bagian dada sampai ke dekat tenggorokan selama beberapa menit gitu. Berobat ke dokter disaranin ke dokter mata lha, cabut gigi keropos lha. Karena kemungkinannya syaraf dari anggota tubuh ada hubungannya. Hasilnya dah periksa mata dia baik2 saja, cabut gigi dia juga gak ngaruh. Sampai sekarang masih suka muncul gejalanya tapi gak sesering dulu. Juga setelah aku renungkan, gejala ini muncul saat aku cemas memikirkan sesuatu secara berlebihan sampai stress sendiri. Jadi, aku setuju sama bahasan mbanya. Kondisi fisik kita ada kaitannya sama kondisi perasaan kita. Yang mana obat-obatan kimia pun gak bisa nyembuhin karena tubuh butuhnya bicara sama kita.
.
Btw yg bagian jantung serem sih 🙁 maaf ya mba komenku berisi curhatan panjang hehehe
aku merasa tulisan mba banyak benernya. Contoh aku sering banget pusing tapi pas diperiksa ke dokter kata dokter tidak ada yg salah dengan mata maupun organ tubuh yang lain. Bisa jadi stress tapi tidak aku rasakan. Dokter paling hanya menyarankan aku lebih banyak beristirahat dan engga mikir macem2
baru tahu kalau anggota tubuh juga bisa ngomong. hehe… saya sering radang tenggorokan sih, dan memang benar kalau saya sering memendam amarah dan kecewa. jadinya penyakitan ya. skrg belajar untuk terbuka. kalau marah ya marah saja.biar plong. hehe
Setuju sama pendapatnya si Regis Machdy, kl tubuh kita itu sebenarnya pingin berbicara ya ama kita. Kayak saya nih udah rada pilek pertanda hrs rehat sejenak. Koreksian UAS bikin spaneng apalagi kl ada complain mahasiswane huhuu
saya pernah cek kenapa sering migran, dan emang dokternya bilang masalah pikiran yang dibenahi.
Wah aku baru tahu kak, kalau telinga bisa “menutup diri” dengan dengungan karena ada hal yang ngga ingin dia dengar. Ilmu baru nih Kak 🙂
Menarik sekali. Dan memang saya meyakini. Karena saya dulu pernah sakit maag terus2an saat SMA. Setelah saya menikah saya tidak lagi nyeri lambung. Soalnya saya happy sekali.
Bahagia itu sumber sehat ya.. yaya,, masyaallah.. semoga bisa ngurangi vibe negatif, bisa kurangi ngeluh, pesimis, dll
Waduhh leherku sering sakit dan pegel… Dan emang aku agak keras kepala.. Wahh ternyata bisa ngefek sampe kesana.. Hmm thx kak infonya
Dapat informasi berguna ini, pandemik gini bisa membuat beberapa orang jadi paranoid tetapi tetap usaha dan semangat
[…] Baca juga Hubungan Kausal Antara Perasaan dan Tubuh […]
Sudah lama Han nggak cerita soal perasaanmu
memang perasaan dan tubuh saling berhubungan
kalau ditahan2 bisa stress dan sakit
[…] yang sudah pernah saya tuliskan tentang Hubungan Kausal Antara Perasaan dan Tubuh hal ini dibuktikan oleh berbagai penelitian terkait. Peneliatan yang menyangkut hubungan gangguan […]
Waah telinga saya sering berdengung mba, kata orang sii biasanya ada yang menjelek-jelekkan kita.
Mbak jihaan..Barokallahu mbaak..Tulisannya selalu banyak memberi manfaat untuk saya yg suka sekali membaca tulisan mba Jihan.. sukses selalu ya mbaaa🤗
Perlu praktek dan latihan untuk ini
always inspiring ya mbak Jihan.. tulisan2 mbak selalu asik dibaca..
sukses selalu mbak… 😊
[…] Jihan Mawaddah : Hubungan Kausal Antara Perasaan dan Tubuh […]
[…] Dalam suatu kehidupan, apalagi dalam lingkup kecil seperti kegiatan sehari-hari tentu ada saja masalah yang terjadi. Saat Public Speaking pun tidak luput dari masalah. Masalah ini dapat berupa kendala teknis seperti mic yang belum siap ataupun masalah lain misal bencana alam (astagfirullah, kalau yang ini beda cerita lagi :”) Hal tersebut membuat kamu harus pintar-pintar untuk berimprovisasi di atas panggung supaya audiens merasa lebih tenang dan nyaman. Supaya nggak tegang dan panik. Ada baiknya, sebelum improvisasi kamu melakukan kontrol fikiran dan perasaan. Sering kali, apa yang terjadi dan menimpa diri adalah hasil dari pemikiran kamu sendiri. Seperti yang ditulis di artikel mbak Jingga dengan judul Hubungan Kausal Perasaan dan Tubuh […]
[…] yang sudah pernah saya bahas bahwa terdapat hubungan kausal antara perasaan dan tubuh. Maka akan lebih baik jika teman bloger mempertimbangkan sisi psikologis ketika memang ingin rambut […]