Kamus Perasaan Anak ini ditulis oleh Park Sung Woo, disertai oleh ilustrasi lucu hasil karya Kim Hyo Eun. Buku ini adalah buku impor pertama yang saya baca perihal parenting.

Ada yang aneh. Hatiku berdegub kencang, kadang tenang, atau malah ingin menangis. Aku tak tahu apa ini.

kamus perasaan anak cover

Buku ini secara garis besar akan membantu para Ibu menjelaskan perasaan yang ada di hati anak-anak. Seringkali sebagai orang tua, kita atau orangtua kita kadang salah mengartikan apa yang sedang dirasakan oleh anak-anak dan bagaimana ekspresi mereka. Teringat saat saya dulu pernah merasa sangat kesal dengan tante (adik Ibu) karena beliau selalu membanding-bandingkan saya dengan sepupu. Entah itu cara berpakaian, kebiasaan, hingga soal hobi.

Saat itu saya masih berusia sekira delapan atau sembilan tahun. Setiap kali bertemu dengan beliau, saya merasa tidak nyaman dan entah mengapa tiba-tiba merasa kesal. Karena setiap pertemuan kami tak jarang selalu membahas kebiasaan atau hobi saya yang katanya ngga cewek banget. Berbeda dengan sepupu saya yang katanya sudah bisa memasak di usia yang sama. Pun dengan selera berpakaian yang menurutnya, saya ini tomboi dan ngga boleh seperti itu. Contoh yang benar adalah sepupu saya yang kemana-mana selalu mengenakan rok atau sejenisnya.

Alam bawah sadar saya akhirnya selalu menghindar ketika tante datang ke rumah. Atau ketika ada kumpul-kumpul keluarga. Orangtua saya kadang kesal kenapa saya cenderung menghindar? Beliau berdua tidak memahami bagaimana perasaan saya saat itu. Perasaan kesal itu terbawa hingga dewasa dan saat ini saya mulai bisa memahami bahwa sikap menghindar dari keluarga adalah manifestasi perasaan kesal saya saat kecil. Bukan bahagia, marah, atau bahkan rendah diri. Hanya kesal saja.

Begitulah memori yang tergali ketika membaca buku yang menyenangkan ini.

Tantrum dan Perasaan Anak

Ketika saya mulai merasakan memiliki anak dengan segudang ekspresi dan emosinya yang terkadang tidak bisa saya artikan, dari situlah risiko tantrum muncul. Terlebih karena saya sebagai orangtua sekaligus pendengar setianya tak tahu apa yang dia maksud atau tujukan. Maka terjadilah ketantruman yang selama ini hanya saya lihat di layar televisi.

Tantrum adalah ledakan emosi yang diluapkan anak dengan menangis keras, berguling, melempar ataupun perilaku lain yang menunjukkan kemarahan. Tantrum itu sendiri seringkali terjadi pada anak usia satu tahun hingga empat tahun. Tantrum dapat terus berlanjut dilakukan anak hingga besar jika tidak dapat ditangani dengan tepat. Jadi, jangan pernah remehkan tantrum, hehe…

Pada tahap inilah sebenarnya saya dan mungkin para orangtua juga, merasa kesulitan mengatasi tantrum yang dialami oleh anak. Mengapa? Karena pada umumnya anak-anak kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya melalui kata-kata. Hal ini terjadi sebab mereka belum sungguh memahami perasaannya sendiri. Penyebab lainnya bisa juga akibat ketidaktahuan anak-anak terhadap pemakaian kosakata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.

Apa Namanya? -Kamus Perasaan Anak. Buku ini merupakan sebuah buku yang memuat bermacam kosakata tentang berbagai jenis perasaan, mulai dari “terharu” hingga “puas”. Menariknya, buku ini dilengkapi dengan gambar dan situasi yang menggambarkan perasaan-perasaan tersebut sehingga lebih mudah dipahami oleh orang-orang dewasa seperti kita.

Bahkan ada satu perasaan yang saya baru sadari dari kamus ini. Contohnya perasaan “terbebani” dari seorang anak. Penggambaran situasi yang dicontohkan yaitu ketika kedua orangtuanya membanggakan si anak di depan keluarga besar dengan kalimat-kalimat seperti :

Anak kami sangat pandai. Pintar berolahraga, pintar bermain piano, sangat patuh pada orangtua, bahkan bisa menjaga adiknya dengan sangat baik. Dia juga sudah dua kali menjadi ketua kelas dan mendapat peringkat satu

Mungkin saya sebagai seorang dewasa melihat kalimat tersebut serupa kebanggaan tersendiri karena memang saya bisa melakukan hal-hal yang disebutkan kedua orangtua. Bahkan saya menganggapnya sebuah prestasi. Namun, ternyata bagi si anak, hal tersebut serupa tuntutan pada diri sendiri, sesuatu yang dirasakan bahwa apa yang orangtua banggakan di depan orang banyak adalah suatu hal yang harus dilakukan. Meskipun itu berat dan sulit, tapi harus.

Semacam perasaan-perasaan di bawah ini :

Yang kurasakan saat seseorang berkata, “Kamu juga suka padaku, kan?” Padahal sebenarnya aku tidak memiliki perasaan apapun padanya.

“Kau adalah harapan keluarga kita. Karena itu kau harus mendapatkan peringkat satu”, itulah perasaanku ketika mendengar perintah Ibu agar aku belajar dengan giat.

Akhirnya bisa saya katakan bahwa ada pilihan tepat untuk mengajarkan anak mengendalikan ketantrumannya. Yang perlu kita pahami adalah mereka ini masih kecil, belum bisa berbicara (dengan jelas), menyertakan keinginannya pada sebuah kalimat yang baik dan mudah dipahami oleh kita sebagai orang dewasa. Bahkan ketika anak bisa bicara pun terkadang ia belum bisa mengekspresikan perasaannya yang sesungguhnya. Kitalah sebagai orangtua yang terkadang memberi arti sendiri atas apa yang dilakukan oleh sang anak. Padahal belum tentu interpretasi kita benar.

Namanya saja perasaan, maka yang lebih tahu adalah dirinya sendiri. Bahkan orangtua pun kadang harus mengaitkan dengan kejadian saat ini dan beberapa waktu ke belakang untuk memahaminya. Meskipun bukunya hanya berisi ilustrasi yang menggambarkan perasaan dan situasi lain yang menggambarkan perasaan yang sama, namun saya sangat menikmatinya. Secara tidak langsung perlahan memahami bahwa kadang apa yang saya anggap suatu kebanggaan, kesenangan, atau hiburan, belum tentu si anak merasakan demikian juga.

Saya belajar dari Kamus Perasaan Anak, bagaimana memahami perasaan anak, mulai dari perasaan bangga, gusar, baik-baik saja, hingga malu dan terbebani.

perasaan malu pada anak

Judul Buku : Apa Namanya? Kamus Perasaan Anak oleh Park Sung Woo dan Kim Hyo Eun

Alih Bahasa : Grace Majestyka

Hak Cipta Terjemahan Indonesia (2019) oleh Gramedia Pustaka Utama – M&C

Cetakan Ketiga, Juni 2020, 164 halaman

 

Baca juga : Novel Anak : Misteri Nyanyian Telimbai – Kisah Suku Abui