Part sebelumnya : Berkah dari Allah

PART 13

 

“Kamu kenapa ndak ikut ujian kemarin Fiq?” Tanya salah seorang dosen pada Taufiq ketika dirinya dipanggil ke ruang dosen siang itu.

 

“Maaf Pak, saya belum bisa melunasi SPP jadi saya tidak bisa ikut ujian.” Taufiq menjawab pertanyaan dosen dengan jujur.

Uangnya memang sudah terkumpul, tapi belum cukup untuk membayar SPP di semester tiga ini. Pak Dosen menghela nafas panjang. Bukannya ia tidak pernah menemui mahasiswa yang seperti ini, namun ia tahu Taufiq adalah mahasiswa yang cemerlang. Hanya saja ia terbentur biaya, maka tak heran jika ia terpaksa tidak mengikuti ujian karena hal ini.

 

“Sudah bawa kartumu ke administrasi, nanti Bapak yang bicara dengan staffnya. Kau besok harus ikut ujian susulan. Jika tidak, kau bisa tidak lulus mata kuliah saya.” Kata Pak Dosen mantap sambil menyerahkan sebuah memo kecil pada Taufiq.

 

Saestu Pak?”

 

“Iya, sudah jangan khawatir. Kau dapat penangguhan biaya SPP sampai semester depan. Liburan semester kau bisa bekerja lebih keras lagi agar bisa melunasi.”

 

Nggih Pak, maturnuwun sanget.” Taufiq berterima kasih sambil mencium punggung tangan dosennya itu. Taufiq tak akan pernah lupa bagaimana dosen ini menolongnya. Taufiq bersemangat dan segera memberitahukan pada staff administrasi bahwa dirinya mendapatkan penangguhan biaya SPP dengan jaminan dari salah satu dosen senior di jurusannya.

 

Sekali lagi, Taufiq membuktikan bahwa pertolongan Allah selalu hadir padanya. Di depan matanya, lewat orang-orang baik yang tak bosan menjadi tempat keluh kesah Taufiq. Ia rela hanya punya dua kemeja untuk kuliah, yang penting ia bisa membayar SPP tepat waktu. Ia juga rela tak makan enak yang penting ia tidak putus kuliah di tengah jalan. Impiannya sudah berada di depan mata, tinggal bagaimana Taufiq harus bekerja lebih keras lagi daripada sebelumnya untuk mempertahankan studinya kali ini.

 

Gayung pun bersambut. Tak lama setelah ujian akhir semester selesai, Taufiq diberi tawaran untuk mengajar di sebuah sekolah swasta yang letaknya tak jauh dari huniannya. MTs Nurul Huda yang saat itu muridnya masih sedikit, namun semangat anak-anak yang ada di dalamnya untuk belajar sangatlah tinggi. Taufiq menyanggupi, karena inilah yang ia impikan, menjadi guru dan menebar manfaat sebanyak-banyaknya.

 

“Tapi gajinya tidak bisa kamu andalkan lho Mas,” ujar Bapak Kusnan, pemilik yayasan yang sudah mendengar bagaimana kecerdasan Taufiq dari teman satu organisasinya.

 

Ndak apa-apa Pak, saya tidak mencari gaji. Saya hanya ingin ilmu saya bisa diamalkan dan bermanfaat untuk orang lain,” jawab Taufiq.

 

“Atau bahkan bisa jadi kau juga tidak gajian, Nak. Sekolah kami ini masih dalam rangka perintisan.” Pak Kusnan menambahkan beberapa konsekuensi berat yang akan ditanggung Taufiq jika menerima pekerjaan ini.

 

Nggih Pak, ndak apa-apa, bismillah.” Taufiq mantap menjawab akan membantu Pak Kusnan untuk merintis sekolah swasta yang sudah lama hibernasi itu. Kini saatnya bagaimana membangun sekolah itu dari nol hingga memiliki kelebihan yang tidak dipunyai oleh sekolah lain.

 

“Alhamdulillah, mudah-mudahan ilmumu berkah dan manfaat ya Nak,”

 

“Aamiin.”

 

Maka siang itu usai mengurus berkas untuk mendaftarkan rencana studi, Taufiq punya kesibukan baru, yaitu mengajar di MTs Nurul Huda sebagai guru yang diperbantukan. Disana ia mengajar anak-anak SMP banyak hal. Mulai dari belajar Fiqh, Sejarah Kesenian dan Kebudayaan Islam, juga belajar bahasa Jawa dan Pramuka. Taufiq memang serba bisa. Ia ditakdirkan untuk menyerap ilmu dengan cepat. Sehingga ia mampu mengajari anak-anak banyak hal, meskipun tidak sedetail orang yang mempelajari khusus tentang topik yang telah ditentukan. Semester tiga yang ia tempuh juga disambi dengan mengajar. Orang-orang serta guru-guru senior di MTs Nurul Huda juga mempercayai kualitas mengajarnya. Sehingga Taufiq hampir-hampir tidak menemui kendala apapun di lingkungan barunya sebagai pengajar.

 

Selain di MTs Nurul Huda, ia juga menyempatkan untuk mengajar eksrakulikuler Pramuka di beberapa sekolah. Semua itu ia kerjakan dengan penuh semangat untuk mengumpulkan uang SPP semester berikutnya. Lelaki yang masih duduk di semester tiga ini pun bekerja dengan sangat keras hingga ia mengajar di 5 sekolah swasta. Bisa dibayangkan bagaimana tenaganya dipergunakan untuk bekerja dan belajar. Namun Taufiq percaya bahwa usaha yang ia lakukan selama ini tidak akan pernah menghianati hasil yang akan ia tuai kelak.

 

Bersambung >>

Part sebelumnya :

Part 1 : Narasi Sang Gurunda (Prolog)

Part 2 : Membangun Kembali Harapan

Part 3 : Rumah dari Bambu

Part 4 : Celengan Ayam

Part 5 : Menolak Jadi Tukang Sepatu

Part 6 : Menyelinap di Layar Tancap

Part 7 : Gangguan Rumah Baru

Part 8 : Malam-malam Gangguan

Part 9 : Pesan Mbah Isom

Part 10 : Semester Pertama

Part 11 : Dua Puluh Lima Rupiah

Part 12 : Berkah dari Allah