Part sebelumnya : Jawaban Istikharah

Part 20

 

Sri bercerita bahwa keluarganya bukanlah keluarga harmonis impian semua orang. Bapaknya sang mantri yang banyak diidolakan itu tidak sesempurna yang orang kira. Ibunya juga sakit-sakitan. Bapaknya yang keras selalu mendidik Sri dengan caranya sendiri. Baru-baru ini tak pernah ia merasakan bagaimana Bapak Ibunya akur di dalam rumah meskipun sudah memberikan dirinya banyak adik-adik yang menjadi tanggungannya kelak. Iya, mungkin dulu harmonis, sekarang tidak. Sri mengungkapkan bahwa tidak mudah menerima kekurangan keluarga Sri yang begitu banyak, bahkan Sri sendiri mungkin belum menerima semua itu. Bagaimana dengan orang lain?

 

Taufiq yang mendengar penuturan Sri menganggap semua yang ia ceritakan perihal keluarganya itu bukanlah suatu hal yang membuat perasaan dan keputusannya untuk melamar Sri berubah. Keluarga memang tempat pendidikan pertama bagi manusia, namun bukan berarti keluarga brokenhome juga akan menghasilkan keluarga yang sama. Tergantung bagaimana sang nahkoda dan asistennya mengendarainya. Taufiq yakin, Sri akan bisa menjadi asistennya yang baik. Taufiq meyakinkan Sri bahwa keluarganya jauh lebih banyak kurangnya dibandingkan keluarga yang diceritakan Sri. Taufiq juga jujur mengatakan bahwa keluarganya bahkan bukan orang kaya, bukan orang kota, bukan pula keluarga yang sempurna. Karena kesempurnaan itu tidak akan pernah ada dalam diri manusia.

 

Mendengar penuturan Taufiq itu Sri menjadi lebih lega, juga lebih terbuka pada Taufiq perihal apapun yang menjadi ganjalan dalam berpikir. Ia pun menceritakan bagaimana sifat Bapaknya, Ibunya, serta Kakek dan Neneknya. Kakek dan Nenek yang selama ini menyayangi dan memberikan apa saja yang terbaik bagi Sri. Bahkan Kakek dan Neneknyalah yang lebih dekat dengan Sri dibanding dengan Bapaknya. Taufiq Mafhum. Ia pun segera tahu bahwa Kakek dan Nenek yang disebut Mbah itu adalah orang yang bijaksana. Beliau berdua pun selalu menyambut baik ketika Taufiq datang ke rumah Sri.

 

“Kalau memang sudah diizinkan, aku akan membawa orang tuaku kesini secepatnya.” Ujar Taufiq ketika Sri masih saja diam ketika ditanya perihal lamarannya. Kata orang, diamnya gadis berarti iya. Namun Sri memang belum menemukan jawabannya, ia masih butuh waktu untuk berpikir.

 

“Kalau aku minta waktu lagi gimana Mas?” Akhirnya Sri membuka suaranya untuk menyampaikan pendapatnya, “aku masih belum sreg, belum menemukan itu.” Tutur Sri. Taufiq menunduk menghindari pandangan Sri. Taufiq pun mengangguk. Ia bersedia menunggu beberapa waktu lagi untuk Sri.

 

“Aku janji ngga akan lama Mas, secepatnya kurang dari seminggu ini aku akan mengabarimu lewat temanku,” Sri menambahkan sebelum Taufiq benar-benar pamitan untuk pergi.

 

Taufiq mengangguk dan mohon diri untuk pulang. Sri tidak mengantar hingga depan rumah, justru Taufiq diantar oleh Mbah Sabar, Kakek Sri yang baik hati. Mbah Sabar memegang pundaknya dan memberikan dua butir telur bebek pada Taufiq.

 

“Nih, buat sangu.” Kata Mbah Sabar sambil menepuk-nepuk punggung Taufiq. Ia tersenyum dan ingin rasanya memeluk Mbah Sabar karena sosok beliau mengingatkan pada sosok Bapak di kampung Sooko Mojokerto.

 

“Maturnuwun Mbah,” jawab Taufiq kemudian mencium punggung tangan Mbah Sabar takzim.

 

“Iya, harus sabar ya sama Sri. Dia memang agak keras kepala anaknya.” Mbah Sabar seakan tahu apa yang ada di pikiran Taufiq. Kalimat yang menguatkan dari Mbah Sabar membuat Taufiq bersemangat lagi untuk mendengar jawaban final dari Sri. Iya, untuk meraih segala sesuatu yang indah harus dengan pengorbanan, disitulah nilai perjuangannya.

 

Nggih Mbah, kulo pamit. Assalamualaikum.” Taufiq pun segera undur diri. Mbah Sabar tetap mengawasinya hingga punggungnya hilang di ujung jalan. Sudut matanya basah melihat Taufiq. Lelaki kurus, pekerja keras, dan selalu tulus dalam mengerjakan apapun. Ia berharap lelaki seperti itulah yang akan mendampingi cucu kesayangannya kelak, Sri.

 

 

Bersambung >>

Part sebelumnya :

Part 1 : Narasi Sang Gurunda (Prolog)

Part 2 : Membangun Kembali Harapan

Part 3 : Rumah dari Bambu

Part 4 : Celengan Ayam

Part 5 : Menolak Jadi Tukang Sepatu

Part 6 : Menyelinap di Layar Tancap

Part 7 : Gangguan Rumah Baru

Part 8 : Malam-malam Gangguan

Part 9 : Pesan Mbah Isom

Part 10 : Semester Pertama

Part 11 : Dua Puluh Lima Rupiah

Part 12 : Berkah dari Allah

Part 13 : Bekerja Lebih Keras, Berlari Lebih Kencang

Part 14 : Kabar Bahagia Ning Yah

Part 15 : Wanita Berkerudung Putih

Part 16 : Sweet Destiny

Part 17 : Sang Dewi bernama Sri

Part 18 : Mengungkap Rasa

Part 19 : Jawaban Istikharah